UTS
Selasa, 11 November 2025
Psikologi Lingkungan ADr. A. Shinta, M.A.

Ahmad Fawwaz25310420005

Pada perkuliahan Psikologi Lingkungan, kami diperlihatkan sebuah foto perumahan kumuh di Amerika Selatan. Bangunan tua dengan cat mengelupas, tembok retak, dan vegetasi liar tampak mendominasi fasadnya. Sebagian besar mahasiswa, termasuk saya, secara spontan menyatakan bahwa tempat tersebut tidak layak huni. Tidak ada yang bersedia tinggal di sana, kecuali dalam kondisi terpaksa. Bahkan, jika pun harus tinggal, kami berencana untuk membersihkannya, mengecat ulang, dan memperbaikinya. Namun, di balik penilaian estetika itu, foto tersebut juga memperlihatkan beberapa penghuni yang tampak tenang dan aktif di jendela. Hal ini memunculkan pertanyaan reflektif : mengapa ada orang yang bersedia tinggal di lingkungan seperti itu?
Untuk menjawabnya, saya menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell dan kawan-kawan (Bell et al., 2001; Patimah et al., 2024; Sarwono, 1995). Dalam psikologi lingkungan, persepsi terhadap suatu tempat bukan hanya soal penilaian fisik, tetapi juga dipengaruhi oleh pengalaman, kebutuhan, dan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan tersebut. Persepsi inilah yang menjadi dasar terbentuknya keputusan dan akhirnya perilaku, termasuk keputusan untuk tinggal.
Pertama, persepsi terhadap lingkungan dipengaruhi oleh stimulus visual dan interpretasi personal. Mahasiswa melihat bangunan itu sebagai kumuh karena penampilan fisiknya. Namun, menurut Bell et al., persepsi bukan hanya soal stimulus, tetapi juga bagaimana stimulus itu diinterpretasikan. Bagi penghuni, kondisi tersebut mungkin tidak dianggap mengganggu karena mereka telah terbiasa atau tidak menganggapnya sebagai ancaman.
Selanjutnya, pengalaman dan familiaritas memainkan peran penting. Jika seseorang tumbuh atau pernah tinggal di lingkungan serupa, maka tempat itu bisa terasa aman dan akrab. Familiaritas menciptakan kenyamanan psikologis, sehingga meskipun secara fisik tampak kumuh, secara emosional tempat itu bisa dirasa layak huni. Persepsi terhadap kebutuhan dan keterbatasan juga memengaruhi keputusan. Dalam konteks keterbatasan ekonomi, seseorang mungkin memandang tempat tersebut sebagai satu-satunya opsi yang terjangkau. Persepsi terhadap “cukup layak” bisa berbeda tergantung pada kondisi hidup dan prioritas individu.
Keempat, lingkungan memiliki makna sosial dan emosional. Tempat tinggal bisa menjadi ruang keluarga, komunitas, atau simbol perjuangan hidup. Persepsi positif terhadap makna ini dapat mengalahkan persepsi negatif terhadap kondisi fisik.
Penghuni menunjukkan kemampuan beradaptasi terhadap kondisi lingkungan. Dalam skema Bell, ini disebut sebagai coping behavior terhadap lingkungan yang tidak ideal. Persepsi bahwa “saya bisa bertahan dan memperbaiki” mendorong perilaku tinggal dan bahkan merawat tempat tersebut.
Refleksi ini mengubah cara pandang saya terhadap lingkungan kumuh. Saya menyadari bahwa persepsi bukanlah penilaian mutlak, melainkan hasil dari interaksi kompleks antara stimulus, pengalaman, kebutuhan, dan makna. Dalam psikologi lingkungan, memahami persepsi berarti memahami manusia secara utuh dengan segala keterbatasan, harapan, dan kemampuannya untuk beradaptasi.
Melalui pemahaman terhadap skema persepsi lingkungan dari Bell dan kawan-kawan, saya menyadari bahwa keputusan seseorang untuk tinggal di lingkungan yang tampak kumuh tidak bisa dinilai hanya dari sudut pandang estetika atau kenyamanan fisik. Persepsi terhadap lingkungan terbentuk dari interaksi kompleks antara pengalaman hidup, kebutuhan praktis, makna sosial, dan kemampuan beradaptasi. Dalam konteks ini, penghuni perumahan tersebut mungkin melihat tempat tinggalnya bukan sebagai ruang yang rusak, tetapi sebagai ruang yang cukup, aman, dan bermakna. Refleksi ini mengajak saya untuk lebih bijak dalam menilai lingkungan orang lain, serta lebih empatik terhadap latar belakang dan pilihan hidup yang berbeda. Psikologi lingkungan bukan hanya soal ruang, tetapi juga soal manusia yang mengisinya dengan segala perjuangan, harapan, dan makna yang mereka ciptakan sendiri.






0 komentar:
Posting Komentar