Selasa, 11 November 2025

Mengapa Ada Orang yang Bersedia Tinggal di Permukiman Kumuh: Tinjauan Berdasarkan Skema Persepsi Paul A. Bell

 Esai UTS - Psikologi lingkungan

Muhammad Saifulah Hidayah

24310410010

Reguler A

Dr., Dra Arundati Shinta M.A





Menurut saya foto yang menampilkan kondisi perumahan kumuh di Amerika Selatan menggambarkan realitas sosial yang kompleks. Bangunan yang tampak usang, cat dinding mengelupas, serta vegetasi liar yang tumbuh di sela-sela jendela memberikan kesan lingkungan yang tidak layak huni. Dalam konteks psikologi lingkungan, fenomena ini menarik untuk dikaji, khususnya untuk memahami mengapa masih ada individu yang bersedia tinggal di kawasan tersebut. Pendekatan persepsi lingkungan menurut Paul A. Bell dan kawan-kawan (Bell et al., 2001) dapat membantu menjelaskan alasan di balik perilaku tersebut.

Permasalahan utama dalam konteks ini adalah perbedaan persepsi antara pengamat (dalam hal ini mahasiswa) dengan penghuni yang tinggal di perumahan tersebut. Mahasiswa menganggap lingkungan itu kumuh, kotor, dan tidak layak huni, sementara bagi sebagian orang, tempat itu tetap menjadi pilihan tempat tinggal. Perbedaan ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap lingkungan tidak bersifat objektif, melainkan dibentuk oleh pengalaman, nilai, serta kebutuhan individu.

Menurut Bell dan kawan kawan. (2001), persepsi lingkungan merupakan proses di mana individu menafsirkan rangsangan dari lingkungan fisiknya berdasarkan pengalaman dan kebutuhan. Persepsi ini tidak hanya berhubungan dengan apa yang dilihat, tetapi juga dengan bagaimana seseorang memberi makna terhadap lingkungan tersebut. Bell juga menekankan adanya keterkaitan antara persepsi, keputusan, dan perilaku. Artinya, persepsi seseorang terhadap lingkungannya akan memengaruhi keputusan untuk bertindak—termasuk keputusan untuk tinggal di suatu tempat.

Dalam konteks perumahan kumuh, penghuni mungkin bisa saja memiliki persepsi yang berbeda dari pengamat luar. Mereka tidak hanya melihat bangunan secara fisik, tetapi juga memaknai tempat itu sebagai ruang hidup yang penuh makna sosial, sejarah, dan emosional. Tempat tinggal tersebut mungkin merepresentasikan rasa memiliki, kedekatan dengan komunitas, serta keterjangkauan ekonomi.

Berdasarkan landasan skema persepsi Bell, terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tetap memilih tinggal di perumahan kumuh:

Faktor Ekonomi dan Adaptasi Kognitif Keterbatasan ekonomi dapat menjadi alasan utama seseorang tinggal di permukiman kumuh. Namun, seiring waktu, individu dapat melakukan cognitive adaptation—yakni proses penyesuaian pikiran untuk menerima kondisi lingkungan sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini menjelaskan mengapa penghuni dapat merasa nyaman di lingkungan yang secara objektif dianggap tidak layak.

Makna Sosial dan Komunitas Persepsi positif terhadap interaksi sosial juga memengaruhi kenyamanan tinggal. Hubungan yang erat antarwarga, saling membantu, serta adanya rasa solidaritas dapat menciptakan perasaan aman dan diterima. Bagi penghuni, nilai-nilai sosial ini mungkin jauh lebih penting dibanding kondisi fisik bangunan.

Identitas dan Keterikatan Tempat (Place Attachment) Menurut Bell, persepsi lingkungan juga terkait dengan konsep place attachment, yaitu ikatan emosional antara individu dan tempat tinggalnya. Penghuni yang telah lama tinggal di kawasan tersebut mungkin memiliki kenangan, pengalaman hidup, dan rasa identitas yang kuat, sehingga sulit untuk berpindah ke tempat lain meskipun kondisi fisiknya buruk.

Persepsi Relatif terhadap Risiko dan Manfaat Bagi sebagian orang, perumahan tersebut mungkin dianggap masih memiliki manfaat praktis seperti lokasi yang strategis, biaya sewa rendah, atau dekat dengan tempat kerja. Persepsi terhadap risiko kebersihan dan kesehatan menjadi relatif lebih kecil dibandingkan manfaat ekonomi yang diperoleh.

Berdasarkan teori persepsi Paul A. Bell, keputusan seseorang untuk tinggal di perumahan kumuh bukan semata-mata karena ketidaktahuan atau keterpaksaan, tetapi hal ini merupakan hasil dari proses persepsi yang kompleks. Individu menilai, menafsirkan, dan memberi makna terhadap bahwa lingkungannya sesuai pengalaman dan kebutuhannya. Dengan demikian, persepsi menjadi dasar dalam pembentukan keputusan dan perilaku manusia terhadap lingkungan tempat tinggalnya.

Daftar Pustaka

Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental Psychology. Fort Worth: Harcourt College Publishers. Patimah, S., Lestari, R., & Kurniawan, D. (2024). Psikologi Lingkungan: Teori dan Aplikasi dalam Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta: Pustaka Humaniora. Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo.

Rilis : 11 November 2025

0 komentar:

Posting Komentar