Kenapa ya Ada Orang Yang Milih Tinggal di Lingkungan Yang Kumuh?
UTS Psikologi Lingkungan Kelas A
Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A.
Tsalitsah Nadia Qunaita
Lingkungan hidup memiliki penilaian yang berbeda tergantung bagaimana
setiap orang mempersepsikannya, tetapi pada dasarnya lingkungan hidup tempat
dimana kita tinggal adalah faktor penting yang mempengaruhi kesehatan fisik, psikologis,
juga sosial. Namun tidak jarang juga kita melihat kondisi lingkungan tempat
tinggal yang sebetulnya kurang layak, atau kumuh, kotor. Namun faktanya tidak
sedikit juga orang-orang yang memilih untuk tetap tinggal disana, kadang tempat
itu bukanlah pilihan, tapi suatu keterpaksaan mereka, karena mereka tidak punya
pilihan lain. Mayoritas mahasiswa di kelas pasti memilih tidak mau tinggal di
tempat seperti itu, kecuali karna keterpaksaan, dan dapat digaris bahawi, mereka
mau saja tinggal disana jika: sudah di bersihkan, sudah di cat ulang, dan di
tata sedemikian rupa agar terlihat lebih layak untuk ditinggali.
Lalu kenapa lingkungan yang jika dilihat dengan mata tidak ideal untuk ditempati,
justru menjadi suatu tempat yang nyaman bagi sebagian orang?. Menurut Paul A.
Bell dan kawan kawan. (2001), persepsi lingkungan adalah proses psikologis di
mana seseorang menerima, memilih, menafsirkan, dan memberi makna terhadap
stimulus dari lingkungannya. Persepsi inilah yang menjadi dasar terbentuknya
keputusan dan perilaku. Dengan demikian, untuk memahami mengapa seseorang
bersedia tinggal di perumahan kumuh, kita perlu meninjau proses persepsi
tersebut secara menyeluruh.
Proses persepsi dimulai dengan kontak fisik individu terhadap lingkungan
sekitar, di mana individu menerima berbagai rangsangan dari obyek lingkungan
melalui pancaindra. Selanjutnya, rangsangan tersebut dipilih secara selektif
berdasarkan pengalaman, minat, sikap, dan nilai yang dimiliki individu,
sehingga terjadi proses perhatian selektif. Rangsangan yang terpilih kemudian
diorganisasi dan diinterpretasikan berdasarkan latar belakang individu serta
konteks sosial budaya yang menyertainya, sehingga menghasilkan makna tertentu
bagi individu tersebut. Makna ini sangat menentukan bagaimana individu menilai
dan merespon lingkungan tersebut. Jika makna yang terbentuk dianggap sesuai dan
dapat diterima, individu akan mengalami keadaan homeostatis, yaitu keseimbangan
psikologis yang membuatnya merasa nyaman dan tidak tertekan. Dari hasil
persepsi inilah keputusan dan perilaku individu terbentuk, termasuk keputusan
untuk tetap tinggal di lingkungan yang secara fisik kumuh namun memiliki makna
sosial, ekonomi, dan emosional yang penting baginya. Proses ini bersifat
dinamis dan dapat berubah sesuai dengan harapan, motivasi, serta tindakan
proaktif individu untuk memperbaiki lingkungan tempat tinggalnya.
Nah lalu mengapa beberapa orang tetap memilih tinggal di lingkungan seperti
itu?. Beberapa faktornya yaitu, orang orang yang memang memiliki keterikatan
dengan tempat itu, seperti contoh: orang yang bekerja di suatu pabrik di luar
kota tempat ia tinggal, lalu ia di beri mess untuk tinggal yang sebetulnya
tempat itu jika dilihat dari mata kurang layak untuk ditinggali, mungkin cat
nya yang sudah kusam, tembok yang mulai berjamur, atau bebrapa keramik yang
sudah mulai rusak yang sebetulnya bisa saja dia ganti, tapi sebagai perantau
yang juga sedang memperjuangkaan ekonomi, ia lebih memilih menempati dulu apa
yang sudah ia dapatkan. Ada juga dari mereka yang tetap memilih tinggal karena
daerah itu merupakan daerah yang strategis, dekat tempah kerja, daerah ramai, pusat
kota, atau instansi pendidikan, bebrapa orang juga melihat jika orang orang
disana dan lingkungan disana adalah lingkungan yang nyaman dan aman, waluau ia
harus mengeluarkan uang juga tenaga untuk memberishkan selalu tempapt tinggal
nya, karena manusia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak ideal
melalui perubahan cara pandang. Ketika kondisi fisik sulit diubah, individu
menata makna agar tetap merasa nyaman, misalnya dengan menghias interior,
menanam tanaman, atau membangun hubungan sosial yang hangat.
Jadi dari skema persepsi Paul A. Bell, keputusan seseorang untuk tinggal di
perumahan kumuh tidak semata didasarkan pada kondisi fisik yang buruk, tetapi
merupakan hasil dari proses persepsi yang kompleks yang mempertimbangkan
pengalaman pribadi, nilai, konteks sosial, dan harapan. Persepsi ini membentuk
makna dan reaksi yang diyakini individu dalam pengambilan keputusan dan
perilaku. Oleh karena itu, pemahaman psikologis terhadap persepsi individu
sangat penting dalam upaya perencanaan dan intervensi untuk penataan lingkungan
permukiman yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Bell, A.P., Greene, T.C., Fisher, J.D. & Baum, A.
(2001). Environmental psychology. 5th ed. Harcourt College
Publishers.
Patimah, A.S., Shinta, A. & Amin Al-Adib, A.
(2024). Persepsi terhadap
lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1),
Maret, 23-29.
https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo &
Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.







0 komentar:
Posting Komentar