Selasa, 11 November 2025

Kenapa Ada Orang yang Memilih Tinggal di Lingkungan Kumuh? - UTS Psikologi Lingkungan Kelas A

Kenapa ya Ada Orang Yang Milih Tinggal di Lingkungan Yang Kumuh?

UTS Psikologi Lingkungan Kelas A

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A.





 Tsalitsah Nadia Qunaita

25310420003

November, 2025


Lingkungan hidup memiliki penilaian yang berbeda tergantung bagaimana setiap orang mempersepsikannya, tetapi pada dasarnya lingkungan hidup tempat dimana kita tinggal adalah faktor penting yang mempengaruhi kesehatan fisik, psikologis, juga sosial. Namun tidak jarang juga kita melihat kondisi lingkungan tempat tinggal yang sebetulnya kurang layak, atau kumuh, kotor. Namun faktanya tidak sedikit juga orang-orang yang memilih untuk tetap tinggal disana, kadang tempat itu bukanlah pilihan, tapi suatu keterpaksaan mereka, karena mereka tidak punya pilihan lain. Mayoritas mahasiswa di kelas pasti memilih tidak mau tinggal di tempat seperti itu, kecuali karna keterpaksaan, dan dapat digaris bahawi, mereka mau saja tinggal disana jika: sudah di bersihkan, sudah di cat ulang, dan di tata sedemikian rupa agar terlihat lebih layak untuk ditinggali.

Lalu kenapa lingkungan yang jika dilihat dengan mata tidak ideal untuk ditempati, justru menjadi suatu tempat yang nyaman bagi sebagian orang?. Menurut Paul A. Bell dan kawan kawan. (2001), persepsi lingkungan adalah proses psikologis di mana seseorang menerima, memilih, menafsirkan, dan memberi makna terhadap stimulus dari lingkungannya. Persepsi inilah yang menjadi dasar terbentuknya keputusan dan perilaku. Dengan demikian, untuk memahami mengapa seseorang bersedia tinggal di perumahan kumuh, kita perlu meninjau proses persepsi tersebut secara menyeluruh.

Proses persepsi dimulai dengan kontak fisik individu terhadap lingkungan sekitar, di mana individu menerima berbagai rangsangan dari obyek lingkungan melalui pancaindra. Selanjutnya, rangsangan tersebut dipilih secara selektif berdasarkan pengalaman, minat, sikap, dan nilai yang dimiliki individu, sehingga terjadi proses perhatian selektif. Rangsangan yang terpilih kemudian diorganisasi dan diinterpretasikan berdasarkan latar belakang individu serta konteks sosial budaya yang menyertainya, sehingga menghasilkan makna tertentu bagi individu tersebut. Makna ini sangat menentukan bagaimana individu menilai dan merespon lingkungan tersebut. Jika makna yang terbentuk dianggap sesuai dan dapat diterima, individu akan mengalami keadaan homeostatis, yaitu keseimbangan psikologis yang membuatnya merasa nyaman dan tidak tertekan. Dari hasil persepsi inilah keputusan dan perilaku individu terbentuk, termasuk keputusan untuk tetap tinggal di lingkungan yang secara fisik kumuh namun memiliki makna sosial, ekonomi, dan emosional yang penting baginya. Proses ini bersifat dinamis dan dapat berubah sesuai dengan harapan, motivasi, serta tindakan proaktif individu untuk memperbaiki lingkungan tempat tinggalnya.

Nah lalu mengapa beberapa orang tetap memilih tinggal di lingkungan seperti itu?. Beberapa faktornya yaitu, orang orang yang memang memiliki keterikatan dengan tempat itu, seperti contoh: orang yang bekerja di suatu pabrik di luar kota tempat ia tinggal, lalu ia di beri mess untuk tinggal yang sebetulnya tempat itu jika dilihat dari mata kurang layak untuk ditinggali, mungkin cat nya yang sudah kusam, tembok yang mulai berjamur, atau bebrapa keramik yang sudah mulai rusak yang sebetulnya bisa saja dia ganti, tapi sebagai perantau yang juga sedang memperjuangkaan ekonomi, ia lebih memilih menempati dulu apa yang sudah ia dapatkan. Ada juga dari mereka yang tetap memilih tinggal karena daerah itu merupakan daerah yang strategis, dekat tempah kerja, daerah ramai, pusat kota, atau instansi pendidikan, bebrapa orang juga melihat jika orang orang disana dan lingkungan disana adalah lingkungan yang nyaman dan aman, waluau ia harus mengeluarkan uang juga tenaga untuk memberishkan selalu tempapt tinggal nya, karena manusia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak ideal melalui perubahan cara pandang. Ketika kondisi fisik sulit diubah, individu menata makna agar tetap merasa nyaman, misalnya dengan menghias interior, menanam tanaman, atau membangun hubungan sosial yang hangat.

Jadi dari skema persepsi Paul A. Bell, keputusan seseorang untuk tinggal di perumahan kumuh tidak semata didasarkan pada kondisi fisik yang buruk, tetapi merupakan hasil dari proses persepsi yang kompleks yang mempertimbangkan pengalaman pribadi, nilai, konteks sosial, dan harapan. Persepsi ini membentuk makna dan reaksi yang diyakini individu dalam pengambilan keputusan dan perilaku. Oleh karena itu, pemahaman psikologis terhadap persepsi individu sangat penting dalam upaya perencanaan dan intervensi untuk penataan lingkungan permukiman yang lebih baik.

 

Daftar Pustaka

Bell, A.P., Greene, T.C., Fisher, J.D. & Baum, A. (2001). Environmental psychology. 5th ed. Harcourt College Publishers.

Patimah, A.S., Shinta, A. & Amin Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.

https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

 

 

0 komentar:

Posting Komentar