Minggu, 09 November 2025

Esai IV - Psikologi Lingkungan - Komitmen Pro-Lingkungan

 

Nama              : Agnes Lingga F U

NIM/Kelas      : 23310420047 / SPSJ

Mata Kuliah    : Psikologi Lingkungan

Dosen Pengampu: Arundati Shinta, M.A

Komitmen Pro-Lingkungan

Hidup di lingkungan kos sering kali menghadirkan tantangan tersendiri dalam menjaga perilaku ramah lingkungan. Ruang terbatas, fasilitas pengelolaan sampah yang kurang memadai, serta kebiasaan penghuni lain yang tidak selalu peduli terhadap kebersihan membuat perilaku pro-lingkungan tidak mudah dilakukan. Namun, kondisi ini justru menjadi alasan bagi saya untuk menegaskan komitmen pribadi dalam menjaga lingkungan.

Saya berkomitmen untuk lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap sampah yang saya hasilkan. Langkah kecil yang saya lakukan adalah memisahkan sampah organik dan anorganik sebelum dibuang. Saya juga berusaha mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dengan tidak lagi berbelanja menggunakan kantong kresek, melainkan selalu membawa tas belanja sendiri. Saya juga mengumpulkan sampah botol minum plastik kemasan yang dibuang teman-teman kos agar sampah itu nantinya dapat diberdayakan kembali, meskipun saya belum yakin apakah akan menjualnya dibank sampah atau akan seperti apa. Saat ini botol-botol plastik serta kardus bekas paket itu masih saya kumpulkan digarasi kosan sebelum nantinya akan saya olah atau berikan ke bank sampah. Selain itu, saya senantiasa membawa air minum dari rumah menggunakan botol pribadi untuk mengurangi konsumsi air kemasan. Untuk galon sendiri saya memilih tetap memmbeli galon yang tidak sekali pakai seperti merk-merk air mineral saat ini melainkan tetap membeli galon yang bisa digunakan kembali sehingga tidak memperbanyak sampah galon plastik. Meskipun tampak sederhana, tindakan-tindakan ini merupakan bentuk nyata dari komitmen pribadi saya terhadap kelestarian lingkungan.



Dari sudut pandang psikologi lingkungan, perilaku pro-lingkungan dapat dijelaskan melalui Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991), yang menyatakan bahwa niat dan komitmen individu menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku. Dengan menuliskan dan menyatakan komitmen saya secara terbuka, baik melalui esai maupun video, saya memperkuat niat tersebut dan membentuk self-identity sebagai individu yang peduli lingkungan. Komitmen publik juga meningkatkan konsistensi perilaku karena seseorang cenderung ingin mempertahankan citra positif di hadapan orang lain (Cialdini, 2009).

Selain itu, teori cognitive dissonance dari Festinger (1957) menjelaskan bahwa ketika seseorang telah menyatakan komitmen secara terbuka, muncul dorongan psikologis untuk berperilaku sesuai dengan komitmen tersebut agar tidak timbul ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan. Hal ini membuat saya lebih termotivasi untuk terus bertanggung jawab terhadap sampah, meskipun lingkungan sekitar belum sepenuhnya mendukung.

Komitmen pribadi ini tidak berhenti pada tindakan sehari-hari tetapi juga saya upayakan untuk menjadi contoh kecil di lingkungan kos. Saya berusaha mengingatkan teman-teman agar tidak membuang sampah sembarangan dan mengajak mereka membawa tas belanja sendiri serta menjadi contoh yang baik dalam melakukan hal ini di kos. Melalui langkah kecil ini, saya berharap bisa menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa menjaga kebersihan dan mengurangi sampah plastik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab moral setiap individu.

Saya menyadari bahwa perubahan besar dimulai dari diri sendiri. Komitmen untuk berperilaku pro-lingkungan bukan hanya tentang tindakan fisik, tetapi juga kesadaran psikologis yang terus diasah. Dengan niat, konsistensi, dan kepedulian, saya ingin terus berkontribusi menjaga bumi meskipun hidup di ruang yang sederhana seperti kos-kosan.

 

Daftar Pustaka

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 50(2), 179–211. https://doi.org/10.1016/0749-5978(91)90020-T

Cialdini, R. B. (2009). Influence: Science and practice (5th ed.). Pearson Education.

Festinger, L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Stanford University Press.

 

0 komentar:

Posting Komentar