Nama :
Agnes Lingga F U
NIM/Kelas : 23310420047 / SPSJ
Mata
Kuliah : Psikologi Lingkungan
Dosen
Pengampu: Arundati Shinta, M.A
Komitmen
Pro-Lingkungan
Hidup
di lingkungan kos sering kali menghadirkan tantangan tersendiri dalam menjaga
perilaku ramah lingkungan. Ruang terbatas, fasilitas pengelolaan sampah yang
kurang memadai, serta kebiasaan penghuni lain yang tidak selalu peduli terhadap
kebersihan membuat perilaku pro-lingkungan tidak mudah dilakukan. Namun,
kondisi ini justru menjadi alasan bagi saya untuk menegaskan komitmen pribadi
dalam menjaga lingkungan.
Saya
berkomitmen untuk lebih sadar dan bertanggung jawab terhadap sampah yang saya
hasilkan. Langkah kecil yang saya lakukan adalah memisahkan sampah organik dan
anorganik sebelum dibuang. Saya juga berusaha mengurangi penggunaan plastik
sekali pakai dengan tidak lagi berbelanja menggunakan kantong kresek, melainkan
selalu membawa tas belanja sendiri. Saya juga mengumpulkan sampah botol minum plastik kemasan yang dibuang teman-teman kos agar sampah itu nantinya dapat diberdayakan kembali, meskipun saya belum yakin apakah akan menjualnya dibank sampah atau akan seperti apa. Saat ini botol-botol plastik serta kardus bekas paket itu masih saya kumpulkan digarasi kosan sebelum nantinya akan saya olah atau berikan ke bank sampah. Selain itu, saya senantiasa membawa air
minum dari rumah menggunakan botol pribadi untuk mengurangi konsumsi air
kemasan. Untuk galon sendiri saya memilih tetap memmbeli galon yang tidak sekali pakai seperti merk-merk air mineral saat ini melainkan tetap membeli galon yang bisa digunakan kembali sehingga tidak memperbanyak sampah galon plastik. Meskipun tampak sederhana, tindakan-tindakan ini merupakan bentuk
nyata dari komitmen pribadi saya terhadap kelestarian lingkungan.
Dari
sudut pandang psikologi lingkungan, perilaku pro-lingkungan dapat dijelaskan
melalui Theory of Planned Behavior (Ajzen, 1991), yang menyatakan bahwa
niat dan komitmen individu menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku.
Dengan menuliskan dan menyatakan komitmen saya secara terbuka, baik melalui
esai maupun video, saya memperkuat niat tersebut dan membentuk self-identity
sebagai individu yang peduli lingkungan. Komitmen publik juga meningkatkan
konsistensi perilaku karena seseorang cenderung ingin mempertahankan citra
positif di hadapan orang lain (Cialdini, 2009).
Selain
itu, teori cognitive dissonance dari Festinger (1957) menjelaskan bahwa
ketika seseorang telah menyatakan komitmen secara terbuka, muncul dorongan
psikologis untuk berperilaku sesuai dengan komitmen tersebut agar tidak timbul
ketidaksesuaian antara ucapan dan tindakan. Hal ini membuat saya lebih
termotivasi untuk terus bertanggung jawab terhadap sampah, meskipun lingkungan
sekitar belum sepenuhnya mendukung.
Komitmen
pribadi ini tidak berhenti pada tindakan sehari-hari tetapi juga saya upayakan
untuk menjadi contoh kecil di lingkungan kos. Saya berusaha mengingatkan
teman-teman agar tidak membuang sampah sembarangan dan mengajak mereka membawa
tas belanja sendiri serta menjadi contoh yang baik dalam melakukan hal ini di
kos. Melalui langkah kecil ini, saya berharap bisa menumbuhkan kesadaran
kolektif bahwa menjaga kebersihan dan mengurangi sampah plastik bukan hanya
tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab moral setiap individu.
Saya
menyadari bahwa perubahan besar dimulai dari diri sendiri. Komitmen untuk
berperilaku pro-lingkungan bukan hanya tentang tindakan fisik, tetapi juga
kesadaran psikologis yang terus diasah. Dengan niat, konsistensi, dan
kepedulian, saya ingin terus berkontribusi menjaga bumi meskipun hidup di ruang
yang sederhana seperti kos-kosan.
Daftar
Pustaka
Ajzen,
I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50(2), 179–211.
https://doi.org/10.1016/0749-5978(91)90020-T
Cialdini,
R. B. (2009). Influence: Science and practice (5th ed.). Pearson
Education.
Festinger,
L. (1957). A theory of cognitive dissonance. Stanford University Press.






0 komentar:
Posting Komentar