Senin, 10 November 2025

ESAI 4-MEMBUAT KOMITMEN TENTANG SAMPAH

 ESAI 4-KOMITMEN TENTANG SAMPAH

DOSEN PENGAMPU : Dr. ARUNDATI SHINTA, M.A
PSIKOLOGI LINGKUNGAN KELAS SPSJ

CHRISTIINA ANGELINE NATALIA M
24310420060
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA


Sebagai mahasiswa psikologi, ketika kita berbicara tentang isu lingkungan atau krisis iklim, yang terbayang adalah masalah global yang masif dan menakutkan. Rasanya, sebagai individu, kita terlalu kecil untuk membuat perbedaan. Dulu, saya pun berpikir demikian. Saya merasa bahwa upaya saya tidak akan ada artinya. Namun, saya menyadari satu hal ketika saya berada di kelas psikologi lingkungan yaitu perubahan besar selalu berawal dari kumpulan aksi-aksi kecil yang dilakukan secara konsisten.

Bagi saya, menjadi "pro-lingkungan" bukanlah tentang melakukan protes besar di jalan atau mengubah seluruh hidup secara drastis dalam semalam. Ini adalah tentang pilihan-pilihan sederhana yang saya buat setiap hari, dimulai dari saat saya bangun tidur.

Perubahan pertama yang saya lakukan adalah "berperang" melawan plastik sekali pakai. Ini dimulai dengan disiplin yang saya paksakan pada diri sendiri. Saya membiasakan diri untuk tidak pernah meninggalkan rumah tanpa membawa "amunisi" wajib: tas belanja lipat di dalam tas, botol minum (tumbler) yang sudah terisi.

Awalnya, tentu saja merepotkan. Ada kalanya tumbler tertinggal atau saya lupa membawa tas belanja saat mampir ke warung. Namun, seiring waktu, ini menjadi kebiasaan. Rasa "bersalah" ketika terpaksa menerima kantong plastik kini menjadi pengingat terkuat saya. Melihat betapa drastisnya sampah di tempat sampah saya berkurang, saya tahu ini adalah langkah yang tepat.

Di dalam rumah, kesadaran itu berlanjut. Saya menjadi lebih "cerewet" pada diri sendiri mengenai penggunaan energi dan air. Apakah lampu di kamar mandi masih menyala padahal tidak ada orang? Apakah charger ponsel masih tercolok meski baterainya sudah penuh? Apakah keran air terus mengalir saat saya menyikat gigi?

Ini adalah pertanyaan-pertanyaan sepele yang kini rutin saya tanyakan. Saya mematikan saklar, mencabut colokan yang tidak terpakai, dan berusaha mandi lebih singkat. Ini bukan hanya soal menghemat tagihan bulanan; ini soal menghargai sumber daya bumi yang terbatas.

Saya juga belajar menjadi konsumen yang lebih bijak. Saya mulai memilah sampah—setidaknya memisahkan yang organik dan anorganik—untuk memudahkan proses daur ulang di hilir. Saya berusaha menghabiskan makanan dan tidak menyisakan apa pun di piring, sadar bahwa sisa makanan adalah salah satu kontributor sampah terbesar.

Mungkin tindakan-tindakan saya ini terlihat sangat kecil. Membawa tumbler atau mematikan lampu tidak akan langsung menghentikan pemanasan global. Tapi saya yakin, ini bukan kesia-siaan. Ini adalah bentuk tanggung jawab dan komitmen saya sebagai penghuni bumi.

Ketika satu aksi kecil saya digabungkan dengan jutaan aksi kecil orang lain, dampaknya akan menjadi masif. Bagi saya, gaya hidup pro-lingkungan bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang kemajuan. Ini adalah tentang memulai dari diri sendiri, di sini, dan saat ini.

LINK YOUTUBE 

https://youtube.com/shorts/mBqzTJgSHlM?feature=share


0 komentar:

Posting Komentar