Mata Kuliah : Psikologi Lingkungan
UTS
Cara Pandang Penduduk Lingkungan Kumuh dalam Kacamata Paul A. Bell
Dosen Pengampu : Dr. Dra. Arudati Shinta, M.A.
Oleh : Baitusta Howin Scolastico (24310420043)
Lingkungan kumuh merupakan salah satu permasalahan kompleks yang sering kita jumpai di perkotaan padat penduduk. Permasalahan ini muncul karena adanya banyak faktor yang mempengaruhi munculnya pemukiman kumuh tersebut seperti, keterbatasan ekonomi yang muncul karena setiap tahunnya banyak masyarakat yang bermigrasi ke kota dengan harapan untuk merubah nasib namun realitas yang dihadapi justru berbanding terbalik karena keterbatasan lahan, dan tata kelola kota yang kurang memadai. Akibatnya kebanyakan masyarakat hidup di pinggiran kota atau lahan marginal seperti yang sering kita temukan - bantaran sungai, bawah jembatan, tepi rel atau gorong - gorong. Lingkungan kumuh sendiri memiliki berbagai macam dinamika permasalah karena kawasan ini berkembang dengan sangat cepat dan cenderung sulit dikendalikan. Sering kali pemukiman-pemukiman semacam ini dibangun tanpa mempertimbangkan standar kesehatan, keamanan, dan kenyamanan. Rumah - rumah tersebut dibangun dengan kepadatan yang tinggi sehingga sering kali menjadi penyebab menyebarnya penyakit, kurangnya rasa aman dan tidak diperhatikannya kebersihan lingkungan.
Jika dikorelasikan dengan pendapat Paul A. Bell, persepsi manusia terhadap lingkunganya tidak bersifat objektif tetapi dipengaruhi oleh skema persepsinya, atau dengan kata lain masyarakat lebih mengutamakan adanya tempat tinggal atau dibanding dengan faktor lainnya. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Bell, yaitu apa yang dipersepsikan oleh para penghuni lingkungan kumuh berbeda dengan pemahaman masyarakat pada umumnya, struktur kognitif yang mengorganisasikan pengalaman, keyakinan, nilai, dan harapan suatu tempat inilah yang membuat para penghuninya memiliki persepsi yang berbeda dengan kita.
Oleh sebab itu jika kita memandang lingkungan tersebut sebagai tempat yang tidak layak dihuni dan memiliki berbagai macam permasalahan, sebaliknya para penghuni pemukiman kumuh tersebut dapat melihat nilai-nilai yang tidak bisa kita lihat. Dalam analisis ini saya akan mencoba menjelaskan beberapa skema persepsi yang mungkin dialami oleh penduduk lingkungan kumuh,
Para penghuni yang sudah tinggal di lingkungan tersebut sedari kecil hanya memiliki pengetahuan dan pengalaman di tempat tersebut, pengalaman inilah yang membentuk skema persepsinya dan membuat dia melihat lingkungan kumuh apa adanya, inilah yang membuat mereka tidak dapat melihat permasalahan yang ada di lingkungan kumuh, contohnya kepadatan dan sangat dekatnya jarak antar rumah yang menurut kita adalah masalah, dilihat sebagai situasi yang biasa dan dianggap sebagai tanda bahwa lingkungan tersebut hidup. Pengalaman-pengalaman ini jika dilihat dengan sudut pandang teori Sarwono menunjukkan bahwa manusia dapat melakukan adaptasi psikologis, dimana para penduduk akhirnya beradaptasi dan menganggap stimulus negatif seperti bau, kepadatan, dan kebisingan dianggap sebagai sesuatu yang wajar.
Selain itu adanya skema persepsi yang menunjukkan para penduduk merasa lebih nyaman tinggal di lingkungan tersebut. Hal ini menurut saya dipengaruhi oleh perceived control dimana setiap individu atau penduduk setempat dapat merasa lebih nyaman jika mereka memiliki kontrol psikologis yang lebih tinggi. Contohnya seperti rendahnya biaya sewa dan minimnya peraturan yang ada di lingkungan kumuh jika dibandingkan dengan lingkungan perumahan, membuat penduduk merasa lebih nyaman berada di lingkungan tersebut karena mereka merasa memiliki kontrol lebih atau kemampuan untuk menanggulangi setiap permasalahan khususnya yang berkaitan dengan ekonomi. Pemahaman ini terkadang membuat individu lebih memilih berada di lingkungan kumuh daripada berpindah ke tempat lain. Selain itu, pengetahuan yang terbatas pada akhirnya menciptakan pemahaman yang terbatas pula untuk generasi selanjutnya.
Dari hasil analisis di atas, saya dapat menyimpulkan bahwa keputusan penduduk untuk tinggal di lingkungan kumuh tidak semata-mata hanya karena keapatisan penduduk terhadap lingkunganya saja. Hal ini sesuai dengan skema Paul A. Bell, yaitu stimulus atau rangsangan yang masuk. Merujuk pada skema persepsi yang diutarakan oleh Paul A. Bell khususnya pada skema “dalam batas optimal” membuat kita dapat memahami bahwa ada interaksi kompleks antara penduduk dengan lingkunganya. Dimana hal ini menunjukkan adanya persepsi yang timbul dari interaksi antara penghuni dan lingkungannya sehingga membuat penduduk tetap memilih bertahan tinggal di lingkungan kumuh tersebut.
Daftar Pustaka :
Ai Siti Patimah, Arundati Shinta, Amin Al Adib, Persepsi Terhadap Lingkungan, Jurnal Psikologi, Vol. 20, No. 1, Maret 2024, 23-29
Maya Fitri Oktarini, Tutur Lussetyowati, Primadella, Persepsi Pemukim Terhadap Kualitas Lingkungan Di Pemukiman Kumuh Tepian Sungai Musi Palembang, Jurnal Permukiman Vol. 17 No. 2 November 2022: 85 – 92






0 komentar:
Posting Komentar