Rabu, 26 November 2025

Psikologi Lingkungan Esai 6 Eksperimen di Rumah Dosen

Mahasiswa Belajar Peduli Bumi: Eksperimen Berkelanjutan di Rumah Dosen, dari Sampah Menjadi Penghasilan

Oleh : Iqbal Fahri Alfarisyi | 24310410012 | SPSJ

Dosen Pembimbing : Dr. Shinta Arundita






        Sampah menjadi permasalahan utama di kalangan masyarakat, bahkan hingga saat ini pemerintah pun tidak memiliki solusi untuk menanganinya. Berbeda bagi orang-orang yang berpendidikan dan peka terhadap lingkungan. Penggiat sampah dan akademisi yang simpatisan terhadap bumi, justru berpandangan bahwa sampah bukanlah sumber masalah bahkan sampah itu bernilai dan sumber penghasilan. Permasalahan bukan terletak pada sampah, namun masalah sesungguhnya berada pada diri manusia yang tidak memiliki simpati pada lingkungan dan enggan mengelola sampah dari hasil makan atau barang yang telah dikonsumsinya.

        Yogyakarta, 23 November 2025 – Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Proklamasi 45 melakukan kunjungan pembelajaran ke rumah dosen Dr. Shinta Arundita, selaku pengampu mata kuliah Psikologi Lingkungan. Dalam kunjungan tersebut ada lima pembelajaran yang diajarkan, yaitu: belajar bertanggung jawab terhadap sampah yang diproduksinya sendiri, memanen dan membuat kompos, memanen dan membuat eco enzym, membuat sabun cair ramah lingkungan, dan merintis ecopreneur atau ekonomi sirkuler dengan membuat gantungan kunci. Mahasiswa dibagi tugas dan saya mendapatkan bagian pengelolaan pupuk kompos dan membuat gantungan kunci.


Belajar Bertanggung Jawab Terhadap Sampah Yang Diproduksinya Sendiri

      Dosen menyuguhkan tiga jenis makanan kepada mahasiswa: buah melon, kue-kue basah berbungkus plastik, dan lemper atau lontong yang berbungkus dari dedaunan. Semua makanan wajib dihabiskan. Sambil makan bersama, dosen membagikan pengalaman dan wawasan.

“Apakah kalian bisa mengelola sampah dari makanan atau barang yang dikonsumsi oleh kalian sendiri?” tanya dosen.

“Tidak, Bu. Biasanya dibuang ke tempat sampah dan nanti diangkut oleh petugas kebersihan” jawab mahasiswa.

“Justru di situ letak permasalahannya, kalian seharusnya bertanggung jawab terhadap apa yang telah kalian beli dan konsumsi. Jika memang tidak sanggup jangan dibeli, sehingga dalam psikologi disebut impulse control, yaitu kemampuan menahan diri dari keinginan yang tidak terkontrol. Jika terpaksa harus membelinya karena kelaparan atau butuh setidaknya jangan dibuang sembarangan dan dipisahkan jenis sampahnya” ujar dosen.

        Dari percakapan tersebut, wawasan saya terbuka bahwa tanggung jawab bukan hanya berlaku pada hal-hal besar atau masalah besar yang terlihat serius. Sampah kecil yang dihasilkan pun menjadi tanggung jawab pribadi.  Jika dibuang sembarangan, sampah kecil itu akan menumpuk dan berubah menjadi masalah yang besar yang dampaknya tidak hanya kembali pada diri sendiri, tetapi juga merusak alam dan mengganggu makhluk hidup lainnya.


Memanen Dan Membuat Kompos

        Mahasiswa diwajibkan membawa cangkang telur, yang mana akan dikelola menjadi bahan pupuk organik. Tahapan-tahapan cara pembuatan kompos yang diajarkan:

  • Sampah yang telah dikonsumsi berupa kulit melon dan sampah berbungkus dari dedaunan di potong kecil-kecil, kemudian dituangkan ke wadah yang berukuran besar.
  • Tuangkan daun kering, sampah dapur, dedek, grajen, kapur dolomit, dan air kulit bawang ke dalam wadah.
  • Campurkan Molase, EM4, air dan POC ke dalam ember. Tuangkan campuran ke dalam wadah, aduk hingga merata, kemudian masukkan ke dalam kendi yang  telah terdapat kompos di dalamnya.
  • Kompos diaduk dua hari sekali. Setlah 14 hari kompos siap digunakan. Tambahkan arang, abu gosok, dan kulit telur saat panen.


Merintis Ecopreneur Atau Ekonomi Sirkuler Dengan Membuat Gantungan Kunci


            Mahasiswa membuat gantungan kunci dari bahan-bahan sederhana yang telah disiapkan: pernik-pernik, tali karung goni berwarna cokelat, tali seperti tambang berwarna putih, dan key ring.






0 komentar:

Posting Komentar