Mahasiswa
Belajar Peduli Bumi: Eksperimen Berkelanjutan di Rumah Dosen, dari Sampah
Menjadi Penghasilan
Oleh : Iqbal Fahri
Alfarisyi | 24310410012 | SPSJ
Dosen Pembimbing : Dr. Shinta Arundita
Sampah
menjadi permasalahan utama di kalangan masyarakat, bahkan hingga saat ini
pemerintah pun tidak memiliki solusi untuk menanganinya. Berbeda bagi
orang-orang yang berpendidikan dan peka terhadap lingkungan. Penggiat sampah
dan akademisi yang simpatisan terhadap bumi, justru berpandangan bahwa sampah bukanlah sumber
masalah bahkan sampah itu bernilai dan sumber penghasilan. Permasalahan bukan
terletak pada sampah, namun masalah sesungguhnya berada pada diri manusia yang
tidak memiliki simpati pada lingkungan dan enggan mengelola sampah dari hasil
makan atau barang yang telah dikonsumsinya.
Yogyakarta,
23 November 2025 – Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Proklamasi 45
melakukan kunjungan pembelajaran ke rumah dosen Dr. Shinta Arundita, selaku pengampu
mata kuliah Psikologi Lingkungan. Dalam kunjungan tersebut ada lima pembelajaran
yang diajarkan, yaitu: belajar bertanggung jawab terhadap sampah yang
diproduksinya sendiri, memanen dan membuat kompos, memanen dan membuat eco
enzym, membuat sabun cair ramah lingkungan, dan merintis ecopreneur atau
ekonomi sirkuler dengan membuat gantungan kunci. Mahasiswa dibagi tugas dan
saya mendapatkan bagian pengelolaan pupuk kompos dan membuat gantungan kunci.
Belajar Bertanggung Jawab Terhadap Sampah Yang Diproduksinya Sendiri
Dosen menyuguhkan tiga jenis makanan kepada mahasiswa: buah melon, kue-kue basah berbungkus plastik, dan lemper atau lontong yang berbungkus dari dedaunan. Semua makanan wajib dihabiskan. Sambil makan bersama, dosen membagikan pengalaman dan wawasan.
“Apakah
kalian bisa mengelola sampah dari makanan atau barang yang dikonsumsi oleh
kalian sendiri?” tanya dosen.
“Tidak,
Bu. Biasanya dibuang ke tempat sampah dan nanti diangkut oleh petugas kebersihan”
jawab mahasiswa.
“Justru
di situ letak permasalahannya, kalian seharusnya bertanggung jawab terhadap apa
yang telah kalian beli dan konsumsi. Jika memang tidak sanggup jangan dibeli,
sehingga dalam psikologi disebut impulse control, yaitu kemampuan
menahan diri dari keinginan yang tidak terkontrol. Jika terpaksa harus
membelinya karena kelaparan atau butuh setidaknya jangan dibuang sembarangan
dan dipisahkan jenis sampahnya” ujar dosen.
Dari
percakapan tersebut, wawasan saya terbuka bahwa tanggung jawab bukan hanya
berlaku pada hal-hal besar atau masalah besar yang terlihat serius. Sampah
kecil yang dihasilkan pun menjadi tanggung jawab pribadi. Jika dibuang sembarangan, sampah kecil itu
akan menumpuk dan berubah menjadi masalah yang besar yang dampaknya tidak hanya
kembali pada diri sendiri, tetapi juga merusak alam dan mengganggu makhluk
hidup lainnya.
Memanen
Dan Membuat Kompos
Mahasiswa
diwajibkan membawa cangkang telur, yang mana akan dikelola menjadi bahan pupuk
organik. Tahapan-tahapan cara pembuatan kompos yang diajarkan:
- Sampah
yang telah dikonsumsi berupa kulit melon dan sampah berbungkus dari dedaunan di
potong kecil-kecil, kemudian dituangkan ke wadah yang berukuran besar.
- Tuangkan
daun kering, sampah dapur, dedek, grajen, kapur dolomit, dan air kulit bawang
ke dalam wadah.
- Campurkan
Molase, EM4, air dan POC ke dalam ember. Tuangkan campuran ke dalam wadah, aduk
hingga merata, kemudian masukkan ke dalam kendi yang telah terdapat kompos di dalamnya.
- Kompos diaduk dua hari sekali. Setlah 14 hari kompos siap digunakan. Tambahkan arang, abu gosok, dan kulit telur saat panen.
Merintis Ecopreneur Atau Ekonomi Sirkuler Dengan Membuat Gantungan Kunci
Mahasiswa membuat gantungan kunci dari bahan-bahan sederhana yang telah disiapkan: pernik-pernik, tali karung goni berwarna cokelat, tali seperti tambang berwarna putih, dan key ring.






0 komentar:
Posting Komentar