Esai Jawaban UTS
Dosen Pengampu Dr. Arundati Shinta, M. A
Erika Fadhilah Umi
24310410203
Kelas A
Psikologi Lingkungan
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Gambar tersebut menampilkan sebuah bangunan tua yang terlihat kumuh dan tidak terawat. Bangunan ini memiliki jendela yang sebagian besar tertutup atau rusak. Beberapa jendela memperlihatkan adanya tirai atau kain yang tergantung, dan di beberapa jendela terlihat adanya orang yang sedang berada didalam ruangan. Dinding bangunan tampak kotor dan berlumut, dengan cat yang mengelupas di beberapa bagian. Kesan keseluruhan dari bangunan ini adalah suram dan tidak nyaman.
Menurut Bell et al. (2001), persepsi lingkungan adalah proses kognitif yang digunakan individu untuk menafsirkan dan memberi makna terhadap lingkungan sekitarnya. Persepsi ini tidak hanya bergantung pada kondisi fisik lingkungan, tetapi juga pada pengalaman pribadi, kebutuhan, nilai, serta konteks sosial-budaya seseorang. Dengan kata lain, apa yang dianggap " kumuh" dan tidak layak oleh sebagian orang, bisa jadi dianggap "rumah" yang nyaman dan bermakna bagi orang lain.
Mengapa ada orang yang bersedia tinggal di perumahan tersebut, dengan menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell:
1.Faktor kebutuhan dan Pengalaman sangat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap tempat tinggal. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, perumahan seperti yang terlihat pada foto bisa saja jadi merupakan satu-satunya pilihan realistis. Mereka mungkin mempersepsikan tempat itu bukan sebagai simbol kemiskinan, melainkan sebagai bentuk stabilitas dan keamanan karena memiliki tempat untuk berlindung dari hujan dan panas. Persepsi ini terbentuk dari pengalaman hidup mereka yang mungkin sudah lama bergelut dengan keterbatasan, sehingga standar "layak" mereka berbeda dari mahasiswa yang menilai foto tersebut.
2.Aspek Sosial dan Keterikatan Emosional juga berperan penting. Bell menjelaskan bhawa manusia cenderung mengembangkan ikatan afektif dengan lingkungan tempat mereka tinggal, terutama jika di sana terdapat hubungan sosial yang kuat. Bagi penghuni perumahan kumuh, lingkungan tersebut bisa jadi merupakan ruang sosial yang hangat di mana mereka mengenal tetangga, saling membantu dan merasa menjadi bagian dari komunitas. Perasaan memiliki ini dapat mengubah persepsi mereka terhadap lingkungan, sehingga tempat yang tampak buruk secara fisik tetap dianggap "rumah"secara psikologis.
3.Nilai Budaya dan Adaptasi Lingkungan turut mempengaruhi persepsi. Dalam beberapa budaya, penerimaan terhadap kondisi fisik yang sederhana tidak selalu dianggap negatif. Sebaliknya, masyarakat dapat mengembangkan strategi adaptif untuk menyesuaikan diri dengan keterbatasan lingkungan, seperti memperbaiki bagian-bagian rumah sendiri, menghias interior dengan sederhana, atau menciptakan suasana nyaman melalui interaksi sosial. Adaptasi ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap lingkungan bukan hanya hasil pengamatan visual, tetapi juga cerminan dari nilai dan makna yang diberikan oleh individu atau kelompok.
Akhirnya teori Bell menegaskan bahwa persepsi lingkungan akan menentukan keputusan dan perilaku seseorang. Dalam konteks ini, keputusan untuk tetap tinggal di perumahan kumuh bukan sekedar akibat keterpaksaan ekonomi, tetapi juga hasil persepsi yang kompleks kombinasi antara kebutuhan, makna sosial, dan rasa keterikatan emosional terhadap tempat itu. Oleh karena itu, memahami persepsi individu terhadap lingkungannya sangat penting agar kebijakan perumahan dan perancangan kota dapat lebih manusiawi dan kontekstual.
Patimah, A.S., Shinta, A. & Amin Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi. 20(1), Maret, 23-29. https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807
Bell, A.P., Greene, T.C., Fisher, J.D. & Baum, A. (2001). Environmental psychology. 5th ed. Harcourt College Publishers







0 komentar:
Posting Komentar