Selasa, 22 Juli 2025

Sekali Ikut Jumat Berkah, Banyak Pelajaran yang Terpatri

                                ESSAI PRESTASI


Psikologi Industri dan Organisasi
Dosen Pengampu Dr. Arundati Shinta, M. A 
Ratu Sabinawangi Nauli H
NIM. 24310410204
Kelas A
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta







Hari itu adalah Jumat pagi yang biasa. Matahari belum terlalu tinggi, jalanan belum padat, dan udara terasa sejuk. Namun suasana hati saya berbeda. Ada rasa penasaran bercampur antusias, karena untuk pertama kalinya saya memutuskan ikut dalam kegiatan Jumat Berkah bersama beberapa teman. Sebenarnya, ini bukan kegiatan yang rutin saya lakukan. Saya hanya ikut satu kali, tapi pengalaman itu meninggalkan kesan mendalam dan pelajaran yang sulit saya lupakan.

Ide untuk ikut kegiatan ini datang dari teman saya, Nora, yang sudah beberapa kali terlibat. “Coba ikut, sekali aja. Rasain sendiri gimana rasanya berbagi langsung ke orang-orang yang benar-benar membutuhkan,” katanya. Saya mengangguk, meski masih sedikit ragu. Saya bukan orang yang biasa ikut kegiatan sosial. Namun entah mengapa, hari itu saya merasa harus mencobanya.

Pagi itu kami berkumpul di rumah salah satu teman. Kami menyiapkan nasi bungkus sederhana berisi nasi, ayam goreng, sayur, dan air mineral. Jumlahnya tak banyak sekitar 50 bungkus. Semua itu kami beli secara patungan. Yang membuat saya senang, kami juga membeli dari warung milik warga, jadi secara tidak langsung kami juga membantu usaha kecil.

Setelah semua siap, kami mulai membagikan makanan di beberapa titik di kota: pasar tradisional, lampu merah besar, dan area tempat pemulung biasa berkumpul. Di sinilah momen yang paling menyentuh terjadi. Saya masih ingat ketika saya memberikan satu bungkus nasi kepada seorang bapak tua yang duduk di trotoar dengan pakaian lusuh dan wajah letih. Ia menatap saya, tersenyum lebar, lalu berkata, “Terima kasih, Nak. Rejeki dari Allah.” Hanya kalimat sederhana itu, tapi rasanya seperti tamparan yang halus namun kuat. Saya terdiam sejenak. Ada rasa haru, sekaligus malu. Selama ini saya sering mengeluh tentang hal-hal sepele, padahal ada orang yang bisa begitu bersyukur hanya dengan sebungkus makanan.

Sepanjang hari itu, kami terus berjalan dan membagikan nasi. Di tengah lelah, kami justru merasa ringan. Berbagi bersama teman-teman ternyata tidak hanya membuat kegiatan ini terasa hangat, tapi juga menguatkan semangat satu sama lain. Kami tidak merasa seperti “penolong,” tetapi lebih seperti “teman” bagi mereka yang menerima. Kami menyapa, tersenyum, dan mencoba mengobrol, meskipun sebentar.

Setelah semua makanan habis, kami duduk bersama di taman kota, berbagi cerita dan refleksi. Beberapa teman berkata mereka ingin ikut lagi minggu depan. Saya sendiri belum tahu apakah akan ikut lagi secara rutin. Tapi satu hal yang pasti, meskipun saya hanya ikut sekali, kegiatan ini telah membuka mata dan hati saya.

Dari satu kali Jumat Berkah, saya belajar bahwa berbagi itu tidak harus menunggu kaya, tidak harus dalam jumlah besar, dan tidak harus selalu rutin untuk bisa memberi dampak. Bahkan satu kali tindakan pun bisa memberi perubahan dalam cara kita memandang dunia. Terkadang, kita hanya perlu keluar sebentar dari zona nyaman, membuka hati, dan melihat realitas hidup orang lain. Di sanalah letak pelajaran sesungguhnya.



                        

                            







0 komentar:

Posting Komentar