Senin, 27 Oktober 2025

Psikologi Lingkungan Esai 3 Before-After -Dr. Arundati Shinta, M.A.

 Sampah di Pantai Bukan Pemandangan: Dari Kesadaran ke Tindakan

Oleh: Iqbal Fahri Alfarisyi 24310410012
Dosen Pembimbing: Dr. Arundati Shinta, M.A. 



        Yogyakarta memiliki banyak wisata pantai yang indah, namun sangat disayangkan keindahan itu justru tercemar oleh sampah karena perilaku pengunjung dan pedagang sekitar yang kurang memiliki empati dan kesadaran terhadap alam. Sampah plastik berserakan tertiup angin di pasir dan botol-botol bekas berceceran di mana-mana.

         Sebagai bagian dari tugas psikologi lingkungan, saya melakukan kegiatan pengamatan dan aksi kecil di dua pantai berbeda, Pantai Glagah dan Pantai Cubung Jangkang. Saya memilih pantai alasannya karena kegiatan yang dilakukan bukan hanya tentang membersihkan sampah, tetapi juga tentang menumbuhkan kesadaran diri terhadap pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.

Pengalaman di Pantai Glagah

        Kegiatan pertama saya lakukan pada Rabu, 1 Oktober 2025, pukul 11.01-12.00, di Pantai Glagah yang berjarak sekitar 36 km dari kost. Di sana, saya menemukan sampah plastik makanan berserakan di area pasir dan di belakang warung yang terletak di dalam area pantai. Sampah tersebut dikumpulkan ke dalam trashbag yang berukuran 50x80 cm, dengan perkiraan mencapai 3 kilogram. Saat itu cuaca sedikit mendung, namun hasil akhir area menjadi lebih bersih.



Kondisi Pantai Sebelum dan Sesudah Dibersihkan  

Pengalaman di Pantai Cubung Jangkang

        Beberapa hari kemudian, pada Sabtu, 11 Oktober 2025, saya melanjutkan kegiatan serupa di Pantai Cabung Jangkang, berjarak sekitar 35 km dari kost. Di tempat ini, kondisi pantai juga tidak jauh berbeda. Banyak sampah plastik makanan, botol beling, botol air mineral, bahkan serpihan gabus styrofoam kotak karena memang banyak orang-orang yang memancing di pantai tersebut. Yang membuat saya miris, banyak pengunjung yang datang untuk memancing, memanfaatkan alam sebagai sumber rezeki, tetapi justru tidak menunjukkan kepedulian untuk menjaganya. Mereka mencari ikan untuk dijadikan sumber pencaharian tambahan  dan lauk, namun disisi lain malah membuang sampah sembarangan. Apa yang mereka ambil dari alam seolah tidak sebanding dengan apa yang mereka berikan ke alam, dan hal itu mencerminkan ketamakan dan kurangnya tanggung jawab terhadap lingkungan. Ironisnya, padahal kita sering mengeluh karena banyaknya pejabat yang merusak alam untuk kepentingan pribadi, namun tanpa sadar hal yang telah dilakukan tidak ada bedanya dengan para pejabat.

 
Kondisi Pantai Sebelum dan Sesudah Dibersihkan  

        Sampah dari dua kegiatan tersebut saya pisahkan menjadi dua jenis. Untuk botol-botol dibawa, saya setorkan ke bank sampah agar dapat didaur ulang dan dimanfaatkan kembali. Sementara itu, sampah plastik, bungkus makanan, serta serpihan gabus styrofoam kotak, saya serahkan kepada warga sekitar untuk dibuang ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) agar dapat diolah atau dimusnahkan dengan cara yang lebih tepat.


Refleksi: Dari Kesadaran ke Tindakan

        Melalui kegiatan ini, saya makin memahami bahwa menjaga lingkungan bukan hanya tentang membuang sampah pada tempatnya, tetapi juga menumbuhkan kesadaran psikologis bahwa setiap tindakan kecil memiliki dampak bagi alam dan makhluk lainnya, bahkan manusia itu sendiri. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh pola pikir, kebiasaan, dan nilai-nilai sosial yang tertanam.

        Artinya, perubahan nyata ketika kita mengubah cara pandang terhadap alam, bahwasanya alam bukan hanya sekedar sebagai tempat yang bisa dieksploitasi, melainkan ruang hidup yang harus dijaga bersama.

 

“Alam tidak akan terus memberi ketika kamu merusaknya dengan ketamakan dan ketidakpedulian. Maka selama masih ada kesempatan, jagalah alam sebelum ia membalas perbuatanmu” - Iqbal Fahri

0 komentar:

Posting Komentar