Selasa, 28 Oktober 2025

 


Psikologi Lingkungan Esai 2 Plogging- Olah Raga 


Implementasi Psikologi Lingkungan : Bersih Sampah di Fasilitas Umum yang berlokasi di Lapangan Sidoarum Sleman Yogyakarta.


Oleh : Kenty Lukisanita/ 24310410028/SPSJ
Dosen Pembimbing : Dr. Arundati Shinta, M.A.
Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta




PENDAHULUAN      

      Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku manusia. Hubungan timbal balik antara individu dan lingkungannya menjadi salah satu fokus utama dalam kajian psikologi lingkungan. Bidang ini tidak hanya mempelajari bagaimana manusia merespons kondisi fisik di sekitarnya, tetapi juga bagaimana persepsi, emosi, dan nilai-nilai sosial memengaruhi tindakan manusia terhadap lingkungan. Di tengah meningkatnya permasalahan sampah dan degradasi kualitas ruang publik, studi mengenai perilaku peduli lingkungan menjadi semakin relevan. Salah satu masalah nyata yang sering dijumpai di masyarakat adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan, terutama di fasilitas umum yang seharusnya menjadi ruang bersama untuk kenyamanan semua orang.

      Melalui kegiatan pembersihan sampah di Lapangan Sidoarum Sleman Yogyakarta Hari/Tanggal Minggu, 26 Oktober 2025 pukul 05.30, Saya berusaha memahami fenomena ini bukan hanya dari sisi sosial dan kebersihan, tetapi juga dari perspektif psikologis: mengapa orang tetap membuang sampah sembarangan meskipun tahu hal itu salah, dan bagaimana upaya nyata dapat menumbuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga kebersihan. Kegiatan ini menjadi bentuk penerapan langsung dari konsep psikologi lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus pengalaman reflektif untuk menumbuhkan empati dan tanggung jawab terhadap ruang publik. Dengan pendekatan psikologi lingkungan, diharapkan perilaku peduli terhadap kebersihan tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan budaya masyarakat.


 



PEMBAHASAN

       Sebagai mahasiswa psikologi, saya selalu tertarik pada bagaimana lingkungan dapat memengaruhi perilaku manusia, dan sebaliknya, bagaimana perilaku manusia membentuk kondisi lingkungan tempat ia hidup. Salah satu bidang yang mengkaji hubungan timbal balik ini adalah psikologi lingkungan, sebuah cabang ilmu yang mempelajari keterkaitan antara manusia dan lingkungannya, baik secara fisik maupun sosial. Dalam konteks tersebut, saya bersama beberapa teman melakukan kegiatan sederhana namun penuh makna: membersihkan sampah di Lapangan Sidoarum, Sleman, sebuah fasilitas umum yang sehari-hari digunakan warga untuk berolahraga, berkumpul, maupun sekadar melepas penat. Saat pertama kali datang ke lapangan tersebut, kami cukup terkejut melihat banyaknya sampah plastik, botol minuman, puntung rokok, dan sisa makanan yang berserakan di sekitar tribun dan area parkir. Sekilas mungkin hal ini tampak sebagai masalah kecil, namun dari sudut pandang psikologi lingkungan, perilaku membuang sampah sembarangan sebenarnya mencerminkan hubungan yang rusak antara manusia dan lingkungannya, hubungan yang kehilangan kesadaran ekologis dan rasa tanggung jawab sosial.




 
Dokumentasi Lokasi sampah di lapangan sidoarum


       Selama kegiatan berlangsung, saya menyadari bahwa tindakan sederhana seperti memungut sampah ternyata dapat memunculkan refleksi mendalam tentang aspek psikologis di balik perilaku peduli lingkungan. Menurut teori Environmental Behavior yang sering dibahas dalam psikologi lingkungan, perilaku seseorang terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor internal seperti sikap, nilai, dan kesadaran, serta faktor eksternal seperti norma sosial dan desain ruang publik. Saat saya memungut plastik bekas minuman di tepi lapangan, saya bertanya-tanya: mengapa banyak orang tahu bahwa membuang sampah sembarangan itu salah, tapi tetap melakukannya? Di sinilah teori Cognitive Dissonance dari Leon Festinger terasa relevan, orang sering mengalami ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan. Mereka tahu perilaku itu salah, tetapi karena tidak ada tekanan sosial atau konsekuensi langsung, mereka cenderung mengabaikannya. Dalam kasus Lapangan Sidoarum, saya melihat faktor lain yang turut berperan: kurangnya tempat sampah di titik strategis, desain area yang terbuka tanpa batas yang jelas, dan lemahnya rasa kepemilikan terhadap ruang publik. Masyarakat cenderung menganggap fasilitas umum bukan miliknya secara personal, sehingga tanggung jawab menjaga kebersihan pun dianggap bukan kewajiban pribadi. Ini menunjukkan bahwa perilaku peduli lingkungan tidak hanya persoalan kesadaran individu tetapi juga terkait dengan konteks sosial dan desain lingkungan yang dapat mendorong atau menghambat perilaku positif.






Dokumentasi proses pengambilan sampah 

Kegiatan membersihkan lapangan ini bukan sekedar aksi sosial melainkan juga pengalaman belajar  yang memperdalam pemahaman saya tentang pentingnya intervensi. berbasis psikologi dalam pengelolaan lingkungan. Saat kami bekerja bersama, seorang warga sempat mendekati kami dan memberikan kesaksian bahwa sebenarnya di area lapangan sudah terpasang banner besar bertuliskan “Dilarang Membuang Sampah Sembarangan”. Namun, ironisnya, sampah justru paling banyak menumpuk di area sekitar banner tersebut. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa himbauan visual saja tidak cukup mengubah perilaku, terutama jika tidak diikuti oleh pengawasan, contoh nyata, dan pembentukan norma sosial yang kuat. Fenomena ini menggambarkan konsep social modeling dari Albert Bandura, di mana perilaku prososial dapat menular melalui observasi dan contoh nyata. Dengan kata lain, perilaku positif terhadap lingkungan bisa dipicu bukan hanya melalui ceramah atau himbauan, tapi lewat teladan langsung yang dapat diamati. Saya menyadari bahwa intervensi perilaku yang efektif sering kali dimulai dari tindakan kecil yang konsisten, bukan sekadar kampanye besar yang berakhir tanpa tindak lanjut. Selain itu, saya juga belajar bahwa menciptakan perubahan perilaku lingkungan membutuhkan pendekatan psikologis yang menyentuh dimensi afektif bagaimana membangun rasa memiliki, empati terhadap alam, dan kebanggaan terhadap kebersihan ruang publik. Ketika seseorang merasa terhubung secara emosional dengan lingkungannya, ia akan lebih mungkin untuk menjaga dan menghargainya.

 

KESIMPULAN













Dokumentasi Lokasih Bersih Sampah Dari Lapangan Sidoarum 

ini, saya menarik kesimpulan bahwa menjaga kebersihan fasilitas umum bukan sekadar tugas petugas kebersihan atau pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif yang berakar pada kesadaran psikologis setiap individu. Psikologi lingkungan mengajarkan bahwa perubahan besar sering dimulai dari kesadaran kecil: kesadaran bahwa setiap tindakan kita, sekecil membuang plastik pada tempatnya  berdampak pada keseimbangan ekosistem dan kualitas hidup masyarakat. Membersihkan lapangan membuat saya menyadari betapa pentingnya desain ruang publik yang mendukung perilaku sehat secara psikologis, seperti penempatan tempat sampah yang mudah dijangkau, papan pengingat yang berisi pesan positif, hingga program komunitas yang melibatkan warga dalam menjaga kebersihan. Lebih jauh, kegiatan ini menegaskan bahwa kebersihan lingkungan bukan hanya urusan estetika, tetapi juga bentuk kesehatan mental sosial: lingkungan yang bersih memunculkan rasa nyaman, keteraturan, dan ketenangan, tiga hal yang sangat penting bagi kesejahteraan psikologis manusia. Dengan demikian, membersihkan sampah di fasilitas umum tidak lagi sekadar aktivitas fisik, melainkan bentuk nyata dari praktik psikologi lingkungan yang berorientasi pada perubahan perilaku dan pembentukan budaya peduli lingkungan di masyarakat.









0 komentar:

Posting Komentar