Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Klinik Karir

Kamis, 30 Oktober 2025

PENGELOLAAN SAMPAH DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA

 PSIKOLOGI LINGKUNGAN ESSAI 1 

MERINGKAS JURNAL SAMPAH 

NAMA : MUAINI
NIM: 25310420012
PSIKOLOGI LINGKUNGAN A 
Dosen Pengampu: Dr.Dra Arundati Shinta, M.A 




Topik  

bagaimana Dinas Lingkungan Hidup Kota Samarinda menjalankan pengelolaan sampah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 yang mengatur soal pengelolaan sampah di daerah tersebut.

 

Sumber

Jurnal administrative Reform,Volume 8,Nomor 2,halaman 105 sampai 114,pada tahun 2020.

Permasalahan

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini cukup mendasar, yaitu pengelolaan sampah di Kota Samarinda yang belum sepenuhnya optimal meski sudah ada landasan hukum yang jelas. Masalahnya meliputi kurangnya pemahaman masyarakat tentang cara mengelola sampah dari sumbernya, fasilitas dan infrastruktur yang masih minim, tenaga kerja yang kurang, partisipasi warga yang rendah, serta pengawasan dan sanksi yang lemah terhadap pelanggar.

 

Tujuan Penelitian

menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana DLH Kota Samarinda melaksanakan pengelolaan sampah berdasarkan peraturan daerah tersebut. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengevaluasi sejauh mana kebijakan itu sudah diimplementasikan sesuai aturan, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung atau justru menghambat prosesnya di lapangan.

 

 

Isi

membahas konsep kebijakan publik terkait pengelolaan sampah, sambil menelaah implementasinya di Samarinda. Artikelnya menguraikan langkah-langkah pengelolaan sampah, mulai dari pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, sampai pemrosesan akhir. Di setiap tahap, ada hambatan baik dari segi struktural maupun sosial, seperti perilaku masyarakat yang kurang mendukung dan keterbatasan teknis serta fasilitas pemerintah. Untuk memperkuat analisisnya, penulis menggunakan teori kebijakan publik dari Dye, Dunn, dan Islamy sebagai kerangka konseptual.

 

Metode

Metode yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif, dengan fokus pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Samarinda. Data dikumpulkan lewat wawancara, observasi, dan dokumentasi, lalu dianalisis menggunakan model interaktif dari Miles, Huberman, dan Saldana tahun 2014. Pendekatan ini cocok karena bertujuan memahami secara mendalam proses implementasi kebijakan publik di tingkat lokal.

 

 

Hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Samarinda masih jauh dari optimal. Pemilahan sampah belum dilakukan secara konsisten, pengumpulan dan pengangkutan sering terkendala oleh kebiasaan masyarakat serta armada yang terbatas, sementara pengolahan dan pemrosesan akhir di TPA Bukit Pinang masih menggunakan sistem open dumping tanpa teknologi ramah lingkungan. Faktor pendukungnya termasuk adanya bank sampah dan partisipasi sebagian warga, tapi penghambatnya seperti kurangnya armada, sarana, dan kesadaran masyarakat yang rendah.

 

Diskusi

Dalam diskusi dan analisis kritis, penulis berhasil menggambarkan realitas pengelolaan sampah dengan cukup lengkap, tapi analisisnya masih terlalu deskriptif dan belum sepenuhnya mengevaluasi efektivitas kebijakan publik secara mendalam. Jurnal ini lebih menekankan aspek teknis implementasi daripada refleksi terhadap struktur kebijakan atau tata kelola kelembagaan. Meski begitu, penelitian ini memberikan sumbangan penting dalam menunjukkan kesenjangan antara regulasi dan praktik di lapangan. Rekomendasi yang diberikan cukup realistis, seperti meningkatkan armada, tenaga kerja, dan sosialisasi masyarakat, namun belum membahas alternatif model pengelolaan berbasis teknologi atau partisipasi warga yang berkelanjutan. Dari segi metodologi, pendekatan kualitatifnya sudah tepat, tapi kekuatan data lapangan bisa diperbaiki dengan triangulasi yang lebih sistematis agar analisisnya lebih tajam dan dapat dipercaya.


Selasa, 28 Oktober 2025

Kunci Perubahan di tangan Ibu

Esai 1 Meringkas Jurnal 



Nama : Khansa Humaira 

NIM : 24310410034

Kelas : A

Mata Kuliah : Psikologi Industri dan Organisasi

Dosen Pengampu : Dr.,Dra. Arundati Shinta, M.A 







 TOPIK

Hubungan antara pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga terhadap sampah, tentang bagaimana cara seorang ibu rumah tangga dalam mengelola sampah.


SUMBER

Setyowati R , Mulasari SA , Pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah plastik. Kesmas. 2013;7(12) : 562-566 

DOI : 10.21 109/kesmas.v7i12.331

Available at : https://scholarhub.ui.ac.id/kesmas/vol7/iss12/6 


PERMASALAHAN 

Pencemaran lingkungan akibat sampah plastik. Sampah plastik merupakan masalah yang serius karena dapat menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan.

Mayoritas ibu rumah tangga memiliki pengetahuan yang kurang dan kinerja yang kurang terhadap pengelolaan sampah plastik.

Masih banyak orang yang membuang sampah sembarangan tanpa mengelolanya maka hal ini menunjukkan bahwa sistem persampahan masih belum berjalan dengan baik.

Pencemaran lingkungan yang semakin mengkhawatirkan sehingga perlunya pengelolaan sampah yang efektif di tingkat rumah tangga.

 

TUJUAN 

Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga dengan perilaku mengelola sampah di Dusun Kedesen, Desa Kradenan, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang tahun 2012.



 ISI

Sampah plastik merupakan masalah lingkungan global, serta dapat mengganggu kesehatan dan ekologi masyarakat. Karena sifatnya yang sulit terurai dapat mencemari tanah, udara, dan air. Pengelolaan sampah sangat efektif untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini dan peran ibu rumah tangga sangatlah penting dalam mengelola sampah.

Pengetahuan yang baik tentang sampah sangatlah penting bagi ibu rumah tangga karena pengetahuan ini akan mendorong para ibu rumah tangga untuk berperilaku lebih baik dalam mengelola sampah, Seperti mengurangi penggunaan plastik, memilah, dan mendaur ulang sampah plastik.

Akan tetapi, Pengetahuan saja tidaklah cukup. Maka harus ada sikap yang positif terhadap sampah, dukungan fasilitas yang memadai dan kebijakan pemerintah juga berperan penting dalam proses pengelolaan sampah yang efektif.

 


METODE

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross-sectional untuk melihat hubungan antara pengetahuan ibu rumah tangga dan perilaku ibu rumah tangga terhadap pengelolaan sampah, Yaitu dengan melakukan kuesioner dan analisis statistik.

 

HASIL

Tingkat Pengetahuan : (56,8%) yang artinya sebagian besar responden mempunyai tingkat pengetahuan yang kurang baik mengenai pengelolaan sampah plastik.

Perilaku : (60,8%) yang artinya sebagian besar mempunyai perilaku yang kurang baik terhadap pengelolaan sampah plastik.

Hubungan antara pengetahuan dan perilaku : Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu rumah tangga dengan perilaku mereka dalam mengelola sampah plastik. Nilai p(p-value) yang diperoleh adalah 0,000, yang lebih kecil dari tingkat signifikansi 0,05. Maka hal ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak terjadi secara kebetulan.





 


Psikologi Lingkungan Esai 2 Plogging- Olah Raga 


Implementasi Psikologi Lingkungan : Bersih Sampah di Fasilitas Umum yang berlokasi di Lapangan Sidoarum Sleman Yogyakarta.


Oleh : Kenty Lukisanita/ 24310410028/SPSJ
Dosen Pembimbing : Dr. Arundati Shinta, M.A.
Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta




PENDAHULUAN      

      Lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku manusia. Hubungan timbal balik antara individu dan lingkungannya menjadi salah satu fokus utama dalam kajian psikologi lingkungan. Bidang ini tidak hanya mempelajari bagaimana manusia merespons kondisi fisik di sekitarnya, tetapi juga bagaimana persepsi, emosi, dan nilai-nilai sosial memengaruhi tindakan manusia terhadap lingkungan. Di tengah meningkatnya permasalahan sampah dan degradasi kualitas ruang publik, studi mengenai perilaku peduli lingkungan menjadi semakin relevan. Salah satu masalah nyata yang sering dijumpai di masyarakat adalah kebiasaan membuang sampah sembarangan, terutama di fasilitas umum yang seharusnya menjadi ruang bersama untuk kenyamanan semua orang.

      Melalui kegiatan pembersihan sampah di Lapangan Sidoarum Sleman Yogyakarta Hari/Tanggal Minggu, 26 Oktober 2025 pukul 05.30, Saya berusaha memahami fenomena ini bukan hanya dari sisi sosial dan kebersihan, tetapi juga dari perspektif psikologis: mengapa orang tetap membuang sampah sembarangan meskipun tahu hal itu salah, dan bagaimana upaya nyata dapat menumbuhkan kesadaran kolektif untuk menjaga kebersihan. Kegiatan ini menjadi bentuk penerapan langsung dari konsep psikologi lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus pengalaman reflektif untuk menumbuhkan empati dan tanggung jawab terhadap ruang publik. Dengan pendekatan psikologi lingkungan, diharapkan perilaku peduli terhadap kebersihan tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga menjadi bagian dari identitas dan budaya masyarakat.


 



PEMBAHASAN

       Sebagai mahasiswa psikologi, saya selalu tertarik pada bagaimana lingkungan dapat memengaruhi perilaku manusia, dan sebaliknya, bagaimana perilaku manusia membentuk kondisi lingkungan tempat ia hidup. Salah satu bidang yang mengkaji hubungan timbal balik ini adalah psikologi lingkungan, sebuah cabang ilmu yang mempelajari keterkaitan antara manusia dan lingkungannya, baik secara fisik maupun sosial. Dalam konteks tersebut, saya bersama beberapa teman melakukan kegiatan sederhana namun penuh makna: membersihkan sampah di Lapangan Sidoarum, Sleman, sebuah fasilitas umum yang sehari-hari digunakan warga untuk berolahraga, berkumpul, maupun sekadar melepas penat. Saat pertama kali datang ke lapangan tersebut, kami cukup terkejut melihat banyaknya sampah plastik, botol minuman, puntung rokok, dan sisa makanan yang berserakan di sekitar tribun dan area parkir. Sekilas mungkin hal ini tampak sebagai masalah kecil, namun dari sudut pandang psikologi lingkungan, perilaku membuang sampah sembarangan sebenarnya mencerminkan hubungan yang rusak antara manusia dan lingkungannya, hubungan yang kehilangan kesadaran ekologis dan rasa tanggung jawab sosial.




 
Dokumentasi Lokasi sampah di lapangan sidoarum


       Selama kegiatan berlangsung, saya menyadari bahwa tindakan sederhana seperti memungut sampah ternyata dapat memunculkan refleksi mendalam tentang aspek psikologis di balik perilaku peduli lingkungan. Menurut teori Environmental Behavior yang sering dibahas dalam psikologi lingkungan, perilaku seseorang terhadap lingkungan dipengaruhi oleh faktor internal seperti sikap, nilai, dan kesadaran, serta faktor eksternal seperti norma sosial dan desain ruang publik. Saat saya memungut plastik bekas minuman di tepi lapangan, saya bertanya-tanya: mengapa banyak orang tahu bahwa membuang sampah sembarangan itu salah, tapi tetap melakukannya? Di sinilah teori Cognitive Dissonance dari Leon Festinger terasa relevan, orang sering mengalami ketidaksesuaian antara pengetahuan dan tindakan. Mereka tahu perilaku itu salah, tetapi karena tidak ada tekanan sosial atau konsekuensi langsung, mereka cenderung mengabaikannya. Dalam kasus Lapangan Sidoarum, saya melihat faktor lain yang turut berperan: kurangnya tempat sampah di titik strategis, desain area yang terbuka tanpa batas yang jelas, dan lemahnya rasa kepemilikan terhadap ruang publik. Masyarakat cenderung menganggap fasilitas umum bukan miliknya secara personal, sehingga tanggung jawab menjaga kebersihan pun dianggap bukan kewajiban pribadi. Ini menunjukkan bahwa perilaku peduli lingkungan tidak hanya persoalan kesadaran individu tetapi juga terkait dengan konteks sosial dan desain lingkungan yang dapat mendorong atau menghambat perilaku positif.






Dokumentasi proses pengambilan sampah 

Kegiatan membersihkan lapangan ini bukan sekedar aksi sosial melainkan juga pengalaman belajar  yang memperdalam pemahaman saya tentang pentingnya intervensi. berbasis psikologi dalam pengelolaan lingkungan. Saat kami bekerja bersama, seorang warga sempat mendekati kami dan memberikan kesaksian bahwa sebenarnya di area lapangan sudah terpasang banner besar bertuliskan “Dilarang Membuang Sampah Sembarangan”. Namun, ironisnya, sampah justru paling banyak menumpuk di area sekitar banner tersebut. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa himbauan visual saja tidak cukup mengubah perilaku, terutama jika tidak diikuti oleh pengawasan, contoh nyata, dan pembentukan norma sosial yang kuat. Fenomena ini menggambarkan konsep social modeling dari Albert Bandura, di mana perilaku prososial dapat menular melalui observasi dan contoh nyata. Dengan kata lain, perilaku positif terhadap lingkungan bisa dipicu bukan hanya melalui ceramah atau himbauan, tapi lewat teladan langsung yang dapat diamati. Saya menyadari bahwa intervensi perilaku yang efektif sering kali dimulai dari tindakan kecil yang konsisten, bukan sekadar kampanye besar yang berakhir tanpa tindak lanjut. Selain itu, saya juga belajar bahwa menciptakan perubahan perilaku lingkungan membutuhkan pendekatan psikologis yang menyentuh dimensi afektif bagaimana membangun rasa memiliki, empati terhadap alam, dan kebanggaan terhadap kebersihan ruang publik. Ketika seseorang merasa terhubung secara emosional dengan lingkungannya, ia akan lebih mungkin untuk menjaga dan menghargainya.

 

KESIMPULAN













Dokumentasi Lokasih Bersih Sampah Dari Lapangan Sidoarum 

ini, saya menarik kesimpulan bahwa menjaga kebersihan fasilitas umum bukan sekadar tugas petugas kebersihan atau pemerintah, melainkan tanggung jawab kolektif yang berakar pada kesadaran psikologis setiap individu. Psikologi lingkungan mengajarkan bahwa perubahan besar sering dimulai dari kesadaran kecil: kesadaran bahwa setiap tindakan kita, sekecil membuang plastik pada tempatnya  berdampak pada keseimbangan ekosistem dan kualitas hidup masyarakat. Membersihkan lapangan membuat saya menyadari betapa pentingnya desain ruang publik yang mendukung perilaku sehat secara psikologis, seperti penempatan tempat sampah yang mudah dijangkau, papan pengingat yang berisi pesan positif, hingga program komunitas yang melibatkan warga dalam menjaga kebersihan. Lebih jauh, kegiatan ini menegaskan bahwa kebersihan lingkungan bukan hanya urusan estetika, tetapi juga bentuk kesehatan mental sosial: lingkungan yang bersih memunculkan rasa nyaman, keteraturan, dan ketenangan, tiga hal yang sangat penting bagi kesejahteraan psikologis manusia. Dengan demikian, membersihkan sampah di fasilitas umum tidak lagi sekadar aktivitas fisik, melainkan bentuk nyata dari praktik psikologi lingkungan yang berorientasi pada perubahan perilaku dan pembentukan budaya peduli lingkungan di masyarakat.









 

             PSIKOLOGI LINGKUNGAN ESSAI 1 MERINGKAS JURNAL SAMPAH 

Nama : Kenty Lukisanita 
NIM   : 24310410028 (SPSJ)
Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A.

Program Studi Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


 Jurnal Tentang Pengelolaan Sampah ;

Pendahuluan

       Pengelolaan sampah merupakan isu nasional yang membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Berdasarkan jurnal-jurnal yang ditampilkan, pengelolaan sampah di berbagai daerah di Indonesia masih belum berjalan efektif. Permasalahan umum yang dihadapi meliputi rendahnya kesadaran masyarakat, kurangnya sarana dan prasarana pendukung, serta belum terintegrasinya sistem pengelolaan sampah antara pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, kajian ini penting untuk melihat bagaimana strategi dan pemahaman masyarakat dapat ditingkatkan demi terciptanya lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.


Pembahasan

      Dari hasil analisis terhadap beberapa jurnal yang ditinjau, tampak bahwa pola pengelolaan sampah di tingkat lokal masih didominasi oleh pendekatan tradisional, yaitu pengumpulan dan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa proses pemilahan. Banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle), sehingga sampah masih dipandang sebagai limbah yang tidak bernilai. Selain itu, rendahnya kesadaran ekologis serta perilaku membuang sampah sembarangan menjadi tantangan utama. Beberapa jurnal juga menunjukkan bahwa upaya edukasi kepada siswa dan masyarakat dapat meningkatkan pemahaman dan partisipasi dalam pengelolaan sampah yang lebih baik.

       Sistem pengelolaan sampah yang baik seharusnya melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Keterlibatan anak-anak sekolah dasar hingga remaja dalam kegiatan pengelolaan sampah menjadi langkah penting untuk menanamkan kesadaran sejak dini. Pemerintah daerah perlu menghadirkan sarana seperti tempat sampah terpilah, TPS yang memadai, dan program edukasi berkelanjutan. Dengan demikian, masyarakat dapat memiliki pola pikir baru dalam memandang sampah sebagai sumber daya bernilai ekonomi dan estetika, bukan sekadar limbah.


Kesimpulan

       Berdasarkan hasil telaah jurnal, dapat disimpulkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, terutama pada aspek kesadaran masyarakat dan ketersediaan fasilitas. Namun, melalui penerapan pola 3R dan pendidikan lingkungan sejak dini, pengelolaan sampah yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Penanaman nilai kesadaran ekologis dapat meningkatkan perilaku positif dalam mengelola sampah, serta menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan bernilai ekonomi. Upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pendidikan menjadi kunci utama dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efektif.


 

Daftar Pustaka

Zakaria, M. (2022). Analisis Pengelolaan Sampah Pada Masyarakat Desa Mekarsari Kecamatan Pasir Jambu Kabupaten Bandung.

Asti M.S Dan Sulistyawari. (2014) Keberadaan TPS Legal dan TPS Ilegal di Kecamatan Godean Kabupaten Sleman. Jurnal Kesehatan Masyarakat volume 9 (2014)

Elamin, M. Z., Ilmi, K. N., Tahrirah, T., Zarnuzi, Y. A., Suci, Y. C., Rahmawati, D. R., Kusumawardhani, R., Mahendra, D. D., Azisir, R., Rohmawati, D., Bhagasakoro, P. A., & Nasifa, I. F. (2022). Analisis Pengelolaan Sampah pada Masyarakat Desa Disanah Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airl angga.Mahyudin, R. P. (2014). Strategi pengelolaan sampah berkelanjutan. EnviroScienteae, 10, 33–40


Senin, 27 Oktober 2025

Psikologi Lingkungan Esai 8 Nasabah Bank Sampah

 Ketika Sampah Bernilai: Menabung Bukan Hanya Uang, Tapi Juga Sampah

Oleh                         : Iqbal Fahri Alfarisyi | 24310410012 | SPSJ
Dosen Pengampu     : Dr. Arundati Shinta, M.A.



Sampah menjadi berharga jika dikelola dengan baik, namun bisa menjadi masalah ketika diabaikan. Salah satu solusi mudah di saat tidak dapat mengelola sampah dengan baik dengan memisahkan antara sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik diberikan ke bank sampah agar dapat dikelola ulang. Hal tersebut sudah menjadi langkah kecil untuk melindungi alam dari pencemaran sampah dan bentuk kesadaran diri bahwa sampah menjadi kewajiban individu. Di saat sudah merasa menjadi tanggung jawab maka tidak akan ada orang yang membuang sampah dengan sembarangan, kemudian terbentuknya budaya baik.

Sebagai bentuk nyata, saya menerapkan pemilahan sampah anorganik yang kemudian disetorkan setiap dua minggu sekali di Bank Sampah Gemah Ripah, yang sudah beroperasi sangat lama. Lokasi dari kos saya ke bank sampah berjarak 17km, tepatnya berlokasi di Gg. Mahakam, Jetis, Wedomartani, Kec. Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55584. Banyak jenis sampah yang dapat ditampung, seperti kardus, botol, buku bekas, bahkan hingga minyak jelantah dengan minimal 1 liter. Sistem yang diterapkan di Bank Sampah Gemah Ripah cukup teratur. Setiap nasabah menyetorkan sampah anorganik, kemudian petugas mencatat jenis dan berat sampah tersebut dalam buku setoran. Hasil dari penyetoran sampah tidak langsung diberikan, melainkan akan dibagikan saat menjelang lebaran Idulfitri sebagai bentuk tabungan. Uang yang diperoleh, nantinya akan saya serahkan pada organisasi kampus, agar dapat dikelola secara bijak dalam untuk kegiatan  bakti sosial atau pun program bermanfaat lainnya.   

 

Setoran Sampah Pada Pekan Pertama

Pada Minggu, 12 Oktober 2025, saya berkesempatan pertama kalinya untuk menyetorkan sampah ke Bank Sampah Gemah Ripah. Saat itu, suasana di sana memang cukup sepi hanya segelintir orang yang menyetorkan sampah. Hal itu menunjukkan masih ada orang-orang yang peduli terhadap lingkungan. Entah dilandasi oleh sikap altruis atau pro sosial, setidaknya ada dorongan positif untuk menabung ke bank sampah dan berkontribusi dalam mengurangi jumlah penumpukan sampah yang terus meningkat.

       

Setoran Sampah Pada Pekan Kedua

Kemudian pada Minggu, 26 Oktober 2025, saya kembali menyetorkan sampah rutin untuk kedua kalinya. Sistem yang saya terapkan dari awal dengan mengajak teman-teman kampus untuk berpartisipasi. Saya menanyakan mungkin ada barang-barang bekas, tumpukan buku atau kertas yang sudah tidak terpakai namun belum tahu cara untuk mengelolanya. Barang-barang tersebut kemudian saya tampung lalu disetorkan ke Bank Sampah Gemah Ripah, sebagai upaya kecil namun bermakna dalam mengurangi limbah dan menumbuhkan kesadaran lingkungan di sekitar saya.

Kesadaran sekitar tidak akan tumbuh jika tidak ada yang terlebih dahulu untuk memulai, namun kenyataannya selalu ada penolakan. Dari sudut pandang saya sendiri, biasanya hal tersebut terjadi karena dua hal: kurangnya pemahaman karena keterbatasannya pendidikan atau justru berpendidikan tinggi tapi minimnya kepekaan terhadap sosial dan lingkungan.

Eco-Gender Gap Dalam Pengelolaan Sampah dan Upaya Pelestarian Lingkungan Pada Rumah Tangga Nelayan Pesisir Kalibaru

 

Esai 1 — Meringkas Jurnal
Psikologi Lingkungan
Rafael Jadug Bayu Luhur
24310410055
Kelas Reguler (A)
Dr., Dra. Arundati Shinta M. A.



Topik

Eco-gender gap, pengelolaan sampah daerah pesisir, penelitian kuantitatif

Sumber

Anisafarah, S., & Wahyuni, E. S. (2025). Eco-Gender Gap Dalam Pengelolaan Sampah dan Upaya Pelestarian Lingkungan Pada Rumah Tangga Nelayan Pesisir Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (JSKPM) 9(1), 23-25. https://doi.org/10.29244/jskpm.v9i1.1488

Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya kesenjangan gender dalam kepedulian lingkungan berupa pengelolaan sampah di rumah tangga nelayan. Perempuan lebih banyak terlibat dalam pengelolaan lingkungan domestik, sementara laki-laki mendominasi dalam pengambilan keputusan dan kendali sumber daya pengelolaan lingkungan terutama daerah pesisir pantai. Idealnya, kesetaraan gender dalam pembagian tugas, akses terhadap sumber daya, dan pengambilan keputusan dapat membuat baik laki-laki maupun perempuan terlibat secara aktif dan luas dalam kegiatan pelestarian lingkungan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan tingkat eco-gender gap dengan tingkat pelestarian lingkungan pada rumah tangga nelayan pesisir Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

Isi

  • Pengelolaan sampah di pesisir Kalibaru adalah gabungan dari pelayanan formal pemerintah dan informal masyarakat. Layanan formal hanya menjangkau sebagian area, sedangkan layanan informal memainkan peran penting dalam lingkungan padat penduduk.
  • Adanya upaya dalam mengatasi limbah cangkang kerang yang menjadi masalah bagi masyarakat pesisir Kalibaru melalui Koperasi Cangkring (Cangkang Kering). Merubah limbah cangkang kerang menjadi paving block adalah upaya yang dilakukan oleh koperasi Cangkring.
  • Dalam penelitian ini, perempuan lebih sering mengelola lingkungan domestik, sementara laki-laki lebih terlibat dalam pengambilan keputusan dan kontrol sumber daya. Kesenjangan inilah yang menciptakan eco-gender gap yang mempengaruhi pelestarian lingkungan yang kurang efektif.
  • Karakteristik seperti usia suami berpengaruh terhadap tingkat kesetaraan gender dalam mengelola lingkungan; suami yang lebih tua mengarah kepada pembagian tugas yang setara. Sebaliknya, pendidikan suami, pendapatan, dan kepemilikan anak balita tidak memiliki hubungan signifikan dalam kesetaraan gender.
  • Terdapat hubungan positif dan signifikan antara eco-gender gap dengan pelestarian lingkungan, yang menunjukkan bahwa semakin setara pembagian peran dan akses gender dalam pengelolaan lingkungan, semakin tinggi upaya pelestarian lingkungan yang dicapai.

Metode

Metode yang digunakan adalah kuantitatif berupa kuesioner dengan dukungan data kualitatif dalam bentuk wawancara dan observasi lapangan. Pengumpulan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan terpilih 40 rumah tangga sebagai responden kuesioner, serta terdapat 6 pengurus komunitas untuk diwawancarai. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics 25, uji korelasi menggunakan Spearman Rank Correlation Test. Sementara data kualitatif melalui reduksi, penyajian, dan verifikasi data yang disusun dalam narasi deskriptif.

Hasil

  • Sebagian besar rumah tangga nelayan memiliki keterlibatan tinggi dalam pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan, dengan pemahaman bahwa pembagian kerja gender yang setara dapat meningkatkan usaha pelestarian lingkungan.
  • Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan koefisien korelasi 0,276 (p = 0,002), menandakan hubungan yang cukup signifikan antara eco-gender gap dan tingkat pelestarian lingkungan.
  • Temuan bahwa perempuan lebih banyak mengurus lingkungan domestik dan laki-laki menguasai kontrol lingkungan di luar rumah menjadi kunci untuk mengembangkan strategi kesetaraan gender dalam pelestarian lingkungan.
  • Disarankan pemberdayaan perempuan dan penguatan partisipasi lintas gender dalam pengelolaan lingkungan sebagai strategi utama meningkatkan pelestarian lingkungan di komunitas nelayan Kalibaru.

  •  

ESAY PRESTASI KE-1_PSI INOVASI SEMESTER 5_ENDAH LASTRIATI_23310410067

 

SEBAGAI RELAWAN PENDAMPING ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

MERUPAKAN OBAT HATI YANG MUJARAB

 

 

 

 

 

Sebagai seorang mahasiswa yang sudah berusia tidak muda lagi, sangatlah sulit untuk mencapai hasil perkuliahan yang maksimal, membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh kampus. Selain itu tuntutan pekerjaan disuatu Perusahaan Swasta yang ada di Kota Pati sangatlah tidak mudah , apalagi disetiap akhir bulan dan awal bulan berjalan, perlu konsentrasi dan ketelitian dalam memberikan data laporan yang actual. Akan tetapi skala prioritas rutinitas saya adalah sebagai seorang ibu rumahtangga yang mempunyai tugas rumah seperti ibu-ibu lainnya.

Meskipun demikian saya selalu menjadikan semua hal tersebut Adalah suatu tantangan yang harus bisa saya taklukkan satu persatu, meskipun ada hambatan yang saya hadapi, kadang hambatan itu dari eksternal, contohnya : urusan rumah tangga, sahabat, teman, dsb. Hambatan internal yaitu penyakit pemalas saya yang sering mendera ketika sudah berada didalam rumah, karena saya merupakan salah satu pecinta rebahan, jika tiba waktu pulang kerja terasa badan ini ingin berada disuatu landasan yang empuk dan nyaman. Tidak dipungkiri lagi karena factor usia yang bisa menjadikan saya gampang lelah.

Namun, hari yang saya nantikan setelah 5 hari bekerja yaitu hari sabtu-minggu, hari Dimana saya mendapatkan obat hati yang tidak tersedia di toko obat manapun. Meskipun badan terasa capek tapi bisa hilang capeknya jika sudah bertemu dengan anak – anak special saya yang berada di suatu Yayasan SCBC ( Setulus Cinta Bunda Ceria ). Yaitu Yayasan yang menaungi Anak – Anak Berkebutuhan Khusus dari usia 5 tahun – 26 tahun, dengan berbagai karakteristik yang ada. Yayasan yang saya dirikan 5th lalu ketika saya mengalami masa terberat saya yaitu menjadi single parent karena perceraian. Yayasan tersebut berdiri semata -mata hanya untuk mencarikan teman Anak semata wayang saya yang juga merupakan Anak Berkebutuhan Khusus dengan karakteristik Disabilitas Intelektual.

Sebagai seorang ketua Yayasan semula hanya sebuah Komunitas para Bunda dengan anak berkebutuhan khusus yaitu Special Child for Bunda Community ( SCBC ) , berdiri sejak tanggal 08 Mei 2020 . Yang kemudian setelah diterpa banyak hambatan maka disempurnakan namanya menjadi Setulus Cinta Bunda Ceria ( SCBC ) karena pada waktu pendaftaran Legalitasnya mengalami kendala sehingga diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Selain itu makna nya juga berbeda.

Sebagai seorang pendiri Yayasan sekaligus Relawan Pendamping sangat tidaklah mudah, apalagi waktu itu belum punya bekal ilmu tentang menangani beberapa anak dan orangtua nya dengan berbagai karakter. Namun tetap saya Jalani dengan keterbatasan saya sehingga saya mengambil Pendidikan lagi di bidang Psikologi.

Pendampingan Anak Berkebutuhan Khusus berhasil tidaknya itu tergantung dari teknik pendekatan dan pemetaan kategori karakteristik anak. Kerjasama dengan para orangtuanya juga sangat dibutuhkan, karena waktu terbanyak anak itu ketika berada dilingkungan keluarganya.

Adapun Visi Yayasan tersebut Adalah Mengembangkan potensi anak lewat edukasi / Pendidikan berbasis sosial lingkungan dan bermasyarakat.

Sedangkan Misi nya yaitu : Menggali dan mengembangkan bakat dan potensi anak,  Menumbuhkan jiwa kemandirian dan rasa percaya diri anak, Mengubah metode belajar anak berkebutuhan khusus “bermain sambil belajar”, Sebagai wadah orang tua untuk menjalin ikatan silaturrohim dan saling mendukung untuk perkembangan anak.

Adapun Program Unggulan dari Yayasan SCBC yaitu :

1.     BELMA (Belajar Sambil Bermain); Program pembelajaran interaktif untuk anak Disabilitas agar tidak mudah jenuh, dengan pendekatan bermain yang menyenangkan dan edukatif.

2.     Kegiatan Edukatif & Kreatif Ruang Pintar; Mengaji, belajar sholat, membaca, berhitung, menari, menyanyi, menggambar, dan mewarnai.

3.     Koperasi SCBC; Koperasi ini beranggotakan para Bunda, dengan tujuan memberdayakan waktu luang saat mengantar anak belajar sambil bermain. Para Bunda dapat menawarkan barang dagangan di koperasi, di mana 50% hasil penjualan disisihkan untuk kas koperasi.

4.     Bank Sampah; Program ini mengajarkan anak-anak untuk mencintai lingkungan dengan menjaga kebersihan dan memanfaatkan sampah menjadi barang yang

berguna.

Dalam kegiatan BELMA ( belajar sambil bermain ) tentulah banyak tantangan yang saya hadapi sebagai pendamping, ada anak special ( DownSyndrome ) yang sering berantem dengan temannya, ada juga yang tidak mau bicara padahal bisa berbicara, ada yang juga sering teriak – teriak sendiri, ada juga lari-larian  keluar - masuk kelas. Sehingga butuh kesabaran ekstra dalam mendampingi anak – anak tersebut selama 2 ( dua ) jam.

Dengan kondisi saya itu maka termotivasilah untuk selalu meng-upgrade ilmu psikologi saya demi keluarga karena saya harus mampu berbagi waktu weekend, demi anak-anak special saya pada khususnya yang harus saya damping atau saya tangani secara tepat, dan Masyarakat lainnya pada umumnya agar mampu memperkenalkan bahwa ada anak – anak yang berbeda yang perlu diperhatikan karena Anak – Anak itu adalah Anak Istimewa. Agar mereka bisa diterima dimasyarakat.

Jika hal ini bisa saya lakukan berbarengan maka tidak sia-sia saya mengabdikan diri saya sebagai Relawan Pendamping Anak Berkebutuhan Khusus. Semoga pengalaman ini bisa menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

TERIMAKASIH