Pengelolaan Sampah di TPST Randu Alas
Agnes Lingga F
U- 23310420047
Dosen Pengampu: Dr.
Arundati Shinta, M.A
Pengelolaan sampah
merupakan salah satu isu lingkungan yang sangat mendesak di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Krisis sampah yang muncul sejak awal tahun dua ribu lima belas,
ketika TPA Piyungan mencapai kapasitas penuh jauh lebih cepat dari prediksi,
menjadi titik balik bagi banyak wilayah untuk mencari strategi alternatif.
Salah satu tempat yang berupaya menjawab tantangan tersebut adalah TPS 3R Randu
Alas. Melihat langsung proses pengolahan di sana membuat saya menyadari bahwa
persoalan sampah tidak sesederhana membuang dan melupakan, tetapi merupakan
rantai panjang yang membutuhkan kesadaran, kerja sama, serta tanggung jawab
dari setiap individu.
TPS 3R Randu Alas mulai
bergerak pada bulan Februari 2016. Tempat ini awalnya hanyalah sebuah bank
sampah yang menerima setoran dari warga. Namun seiring meningkatnya volume
sampah dan kebutuhan penanganan yang lebih serius, Randu Alas kemudian
dilengkapi dengan berbagai alat pengolahan hingga akhirnya berkembang menjadi
unit pengolahan terpadu.
Konteks berdirinya TPS
ini tidak terlepas dari peristiwa krisis pada tahun dua ribu lima belas. Saat
itu TPA Piyungan dinyatakan penuh padahal proyeksi awal memperkirakan
kapasitasnya baru habis pada sekitar tahun dua ribu tiga puluh. Akibatnya
banyak TPS dan TPST di wilayah Sleman terpaksa mencari solusi sementara agar
sampah tidak menumpuk.
Di Randu Alas, sampah
dipilah menjadi dua kategori utama, yaitu organik dan anorganik. Sampah organik
diolah menjadi kompos, pupuk organik cair, serta biogas. Teknik dumping
diterapkan sebagai bagian dari proses pengomposan. Kompos yang dihasilkan
kemudian dibeli oleh lembaga dan digunakan untuk taman taman di wilayah Sleman.
Sementara itu sampah anorganik dipilah kembali berdasarkan jenis lalu
dikembalikan ke pabrik daur ulang. Pemilahan menjadi kunci karena seluruh
proses lanjutan sangat dipengaruhi oleh kualitas sampah yang diterima.
Sebelumnya TPS ini masih
dapat membuang residu ke TPA sebanyak dua kali dalam satu minggu. Namun setelah
TPA Piyungan tidak lagi menerima kiriman akibat kondisi darurat, TPS Randu Alas
tidak memiliki pilihan selain melakukan pembakaran. Situasi ini tidak ideal,
namun menjadi satu satunya cara agar sampah tidak terus menggunung. Abu hasil
pembakaran digunakan untuk meratakan hanggar, dan ke depan direncanakan sebagai
bahan tambahan untuk membuat batako.
Salah satu masalah
terbesar yang terlihat adalah sampah rumah tangga yang datang dalam kondisi
tercampur. Meskipun sosialisasi sudah dilakukan, banyak warga masih memasukkan
pampers, residu makanan, dan sampah basah dalam satu wadah. Sampah yang
tercampur menghasilkan bau yang lebih kuat dan memperlambat proses pengolahan.
Padahal pemilahan sederhana di rumah dapat mengurangi bau secara signifikan.
Petugas bahkan menyampaikan bahwa lindi dapat digunakan sebagai penangkal bau
jika dikelola dengan benar, dan terdapat pula cairan E empat yang dibuat dari
fermentasi buah dengan perbandingan satu banding tiga banding sepuluh, serta
MOL yang digunakan untuk mempercepat pembusukan bahan organik.
Dalam pengelolaan formal,
pengelola mengacu pada lima aspek utama yang menjadi dasar sistem. Aspek
tersebut adalah hukum dan peraturan, kelembagaan, pendanaan, budaya masyarakat,
dan teknologi. Pendanaan Randu Alas sebagian besar berasal dari iuran pelanggan.
Tarifnya dibedakan berdasarkan jenis rumah tangga, rumah tangga usaha, dan
ruang usaha. Dengan jumlah petugas hanya tujuh orang, beban kerja menjadi
sangat besar terutama ketika sampah datang dalam kondisi bercampur dan basah.
Cuaca juga berpengaruh. Ketika hujan, sampah menjadi lebih berat dan lebih
cepat menimbulkan bau.
Dari sisi sosial,
tantangan terbesar adalah edukasi warga. Banyak warga memiliki niat baik namun
tetap salah dalam memproses sampah, terutama karena belum terbiasa memilah
sejak di rumah. Selain itu stigma masyarakat terhadap bank sampah atau TPS
sebagai tempat yang bau turut menghambat partisipasi. Padahal pengelola ingin
menanamkan prinsip sadar, olah, dan bayar. Kesadaran menjadi fondasi utama.
Ketika masyarakat sadar, proses pengolahan dapat berjalan. Ketika pengolahan
berjalan, masyarakat memahami nilai manfaat sampah. Pembayaran iuran kemudian
dipandang sebagai bentuk tanggung jawab bersama, bukan beban tambahan.
Di Randu Alas, sisa
makanan diprioritaskan untuk pakan sementara plastik dan karton dikembalikan
kepada pabrik. Sistem pengambilan sampah menggunakan tiga kendaraan Viar yang
beroperasi setiap hari. Keseluruhan proses ini menunjukkan bahwa pengolahan
sampah tidak hanya sekadar teknis tetapi sangat dipengaruhi oleh karakter
wilayah, budaya warga, serta tingkat partisipasi rumah tangga. Bahkan dalam
sistem 3R, proses recycle di TPS menjadi tahap paling akhir setelah upaya
reduksi dan guna ulang dilakukan.
Kesimpulan
Kunjungan ke TPS 3R Randu
Alas memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Melihat langsung
bagaimana sampah yang tercampur menimbulkan bau kuat, bagaimana petugas memilah
satu per satu sampah yang berasal dari rumah tangga, serta bagaimana keterbatasan
alat dan lahan memaksa TPS melakukan pembakaran membuat saya jauh lebih
memahami beratnya proses pengelolaan sampah. Kesadaran saya meningkat, bukan
hanya pada aspek teknis tetapi juga pada tanggung jawab pribadi.
Sebagai individu, saya
dapat mulai dengan hal yang sederhana seperti memisahkan sampah organik dan
anorganik, mengurangi barang sekali pakai, serta memahami bahwa setiap sampah
yang saya hasilkan akan memengaruhi orang lain. Saya juga belajar bahwa perilaku
lingkungan tidak hanya ditentukan oleh aturan, tetapi oleh kebiasaan sehari
hari di rumah. Kunjungan ini membuat saya lebih peka dan lebih menghargai kerja
keras petugas yang selama ini berada di balik layar. Saya kini memahami bahwa
pengelolaan sampah hanya akan berhasil jika setiap orang mau terlibat dan tidak
menyerahkan sepenuhnya kepada fasilitas pengolah. Dengan meningkatnya kesadaran
ini, saya berharap dapat menerapkan pola hidup yang lebih bertanggung jawab dan
mendorong orang sekitar untuk melakukan hal yang sama.






0 komentar:
Posting Komentar